Senin, 18 Maret 2013

TAFSIR SURAT AL-NAS



1. Pendahuluan
Al-Nâs artinya manusia. Surat ini termasuk surat Makkiyah. Terdiri dari enam ayat. Nama surat diambil dari kata yang disebut berulang-ulang dalam suratnya. Ia turun bersamaan dengan surat al-Falaq.
Dalam surat ini, Allah memerintahkan nabi Muhammad SAW untuk berlindung kepada Allah dari was-was setan. Perintah ini juga berlaku bagi umat beliau. Setan adalah musuh yang sangat berbahaya, kita tidak bisa melihat mereka, tetapi mereka melihat kita. Oleh karena itu kita memerlukan perlindungan dari serangan-serangan setan  yang datang bertubi-tubi, tiada henti-hentinya tersebut. Maka Allah menjelaskan bahwa tidak ada tempat berlindung dari itu semua kecuali Allah. Pertanyaannya adalah kenapa harus kepada Allah, seberapa kekuatan yang dimiliki-Nya sehingga kita harus berlindung kepada-Nya ?
2. Asbab al-Nuzul Surat
Terdapat banyak riwayat berkaitan dengan turunnya surat di atas dan al-Falaq, terlepas dari shahih tidaknya. Di antaranya, dalam suatu riwayat dikemukan bahwa Rasulullah saw. pernah sakit yang agak parah, sehingga datanglah kepadanya dua malaikat, yang satu duduk di sebelah kepalanya dan yang satu lagi di sebelah kakinya. Berkatalah malaikat di sebelah kakinya kepada yang ada di sebelah kepalanya: "Apa yang engkau lihat?" Ia berkata : " Dia kena guna-guna ". "Apa guna-guna itu?". "Guna-guna itu sihir"."Siapa yang membuat sihirnnya?" Ia menjawab : "Labid bin al-A'sham, yang sihirnya berupa gulungan yang disimpan di sumur keluarga si Anu di bawah sebuah batu besar. Datanglah ke sumur itu, timbalah airnya dan angkat batunya kemudian ambillah gulungannya dan bakarlah". Pagi harinya Rasulullah saw. mengutus 'Ammar bin Yasir dengan kawan-kawannya. Setibanya di sumur itu tampaklah airnya merah seperti air pacar. Air itu ditimbanya dan diangkat batunya serta dikeluarkan gulungannya terus dibakar dan ternyata di dalam gulungan itu ada tali yang terdiri atas sebelas simpul. Setiap kali Rasulullah mengucapkan satu ayat terbukalah simpulnya.[1]

3. Ayat dan Terjemahnya
قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ النَّاسِ (۱) مَلِكِ النَّاسِ (۲) إِلَهِ النَّاسِ (۳) مِنْ شَرِّ الْوَسْوَاسِ الْخَنَّاسِ (۴) الَّذِي يُوَسْوِسُ فِي صُدُورِ النَّاسِ (۵) مِنَ الْجِنَّةِ وَالنَّاسِ (٦)
1. Katakanlah: "Aku berlidung kepada Tuhan (yang memelihara dan menguasai) manusia.
2.  Raja manusia.
3.  Sembahan manusia.
4.  Dari kejahatan (bisikan) syaitan yang biasa bersembunyi,
5.  Yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia,
6.  Dari (golongan) jin dan manusia.
3. Mufradat
أَعُوْذُ
Aku berlidung Aku berlidung
مَلِكِ
Bersembunyi
شَرِّ
Kejahatan
الْوَسْوَاسِ
Bisikan
الْخَنَّاسِ
Bersembunyi
يُوَسْوِسُ
Membisikkan
صُدُورِ
Dada

4. Tafsir
 قُلْ أَعُوْذُ بِرَبِّ النَّاسِ
Artinya: Katakanlah: Aku berlindung kepada Rabb manusia.
Maksud Allah sebagai Rabb manusia adalah bahwa Allah adalah pencipta, pemilik, pengatur, penguasa dan pemberi rizki seluruh umat manusia. Bahkan Allah juga Rabb (pencipta, pemilik, pengatur, penguasa, pemberi rizki) alam semesta ini beserta isinya, termasuk di dalamnya para setan  yang selalu menggoda manusia. Artinya sangat wajar dan memang harus begitu, kita berlindung dari kejahatan setan kepada Rabb (Dzat Yang Menciptakan setan itu sendiri), sehingga dipastikan bisa menanganinya, dan dipastikan kita akan selamat.
مَلِكِ النَّاسِ
Artinya: “ (Allah adalah) Raja manusia “
Allah sebagai raja dan penguasa manusia yang sebenarnya, baik di dunia maupun di akherat.  Adapun manusia yang menjadi raja di dunia ini sebenarnya tidaklah memiliki apa-apa, tanpa dengan izin Raja Manusia  yaitu Allah.
Ayat ini ditujukan kepada dua kelompok manusia: pertama: rakyat dan masyarakat umum. Sebagian masyarakat terlalu mengagungkan pemimpin dan raja mereka, sehingga memberikan hak kepada mereka yang sebenarnya hanya milik Allah saja. Ayat ini mengingatkan kepada mereka bahwa satu-satunya Raja yang berhak disembah adalah Allah.
Orang-orang Nasrani telah menyembah para pendeta dan tokoh-tokoh agama mereka dengan cara mentaati mereka secara membabi buta, walaupun mereka menghalalkan apa yang diharamkan oleh Allah ataupun mengharamkan apa yang dihalalkan Allah, merekapun tetap mentaatinya. Oleh karenanya, seorang muslim tidak boleh mentaati seorang pemimpin yang memerintahkan kepada sesuatu yang dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya, karena sesungguhnya sebenar-benar raja dan pemimpin adalah Allah.
Kedua: para raja dan para penguasa.  Ayat ini menjelaskan bahwa sebenarnya manusia itu bukanlah penguasa, tetapi mereka hanyalah pemegang amanat kekuasaan yang diberikan Allah kepada mereka. Pada hakekatnya Allah yang mengangkat dan melengserkan mereka.
Oleh karena itu, seseorang tidak boleh menyebut dirinya raja diraja, atau Syahinsyah (untuk orang Persia), Syah Jihan (untuk orang India) karena raja diraja adalah Allah SWT.   Dalam suatu hadist Abu Hurairah berkata bahwasanya Rasulullah saw bersabda : 
إنَّ أَخْنَعَ اسْمٍ عِنْدَ اللهِ - عز وجل - رَجُلٌ تَسَمَّى مَلِكَ الأَمْلاَكِ  
 Artinya: “Sesungguhnya serendah-rendah nama di sisi Allah adalah orang yang menamakan dirinya raja diraja “ ( HR Bukhari dan Muslim)
إِلَهِ النَّاسِ
Artinya: ( Allah adalah)  Sesembahan Manusia
Ilâh“ artinya sesembahan. Kalimat La Ilâha illa Allâh  artinya tiada yang berhak disembah kecuali Allah. Para ulama menyebut kalimat ini sebagai kalimat tauhid  “Tauhid Uluhiyah”, yakni mentauhidkan Allah di dalam ibadah, yaitu seseorang tidaklah boleh beribadah kecuali kepada Allah, tidaklah bertawakkal kecuali kepada Allah, tidaklah meminta kecuali kepada Allah, tidaklah mengharap kecuali kepada Allah, tidaklah takut kecuali kepada Allah.
مِنْ شَرِّ الوَسْوَاسِ الخَنَّاسِ
Artinya: Dari kejahatan bisikan (setan) yang biasa bersembunyi”.
Di dalam ayat tersebut, Allah SWT menjelaskan bahwa sifat setan adalah suka bersembunyi dan lari terbirit-birit, khususnya jika mendengar adzan dan  mendengar nama Allah disebut. Ini sesuai dengan hadits Abu Hurairah :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا نُودِيَ لِلصَّلَاةِ أَدْبَرَ الشَّيْطَانُ وَلَهُ ضُرَاطٌ حَتَّى لَا يَسْمَعَ التَّأْذِينَ فَإِذَا قَضَى النِّدَاءَ أَقْبَلَ حَتَّى إِذَا ثُوِّبَ بِالصَّلَاةِ أَدْبَرَ حَتَّى إِذَا قَضَى التَّثْوِيبَ أَقْبَلَ حَتَّى يَخْطِرَ بَيْنَ الْمَرْءِ وَنَفْسِهِ يَقُولُ اذْكُرْ كَذَا اذْكُرْ كَذَا لِمَا لَمْ يَكُنْ يَذْكُرُ حَتَّى يَظَلَّ الرَّجُلُ لَا يَدْرِي كَمْ صَلَّى
Artinya: Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Jika panggilan shalat (adzan) dikumandangkan maka setan akan lari sambil mengeluarkan kentut hingga ia tidak mendengar suara adzan. Apabila panggilan adzan telah selesai maka setan akan kembali. Dan bila iqamat dikumandangkan setan kembali berlari dan jika iqamat telah selesai dikumandangkan dia kembali lagi, lalu menyelinap masuk kepada hati seseorang seraya berkata, 'Ingatlah ini dan itu'. Dan terus saja dia melakukan godaan ini hingga seseorang tidak menyadari berapa rakaat yang sudah dia laksanakan dalam shalatnya."( HR Bukhari dan Muslim )
Setan itu duduk di hati manusia, jika dia lengah, segera dia membisikan ke dalamnya, jika manusia itu mengingat Allah, dia akan lari. Di dalam tafsir Ibnu Katsir dijelaskan bahwa  setan itu akan membisikan ke dalam hati manusia di saat ia sedih sekali dan di saat ia gembira sekali, namun jika dia mengingat Allah, maka setan itu akan bersembunyi.
الَّذِي يُوَسْوِسُ فِي صُدُوْرِ النَّاسِ
Artinya: Yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia.
Bisikan setan pada hati manusia sangat banyak dan beragam, semuanya mengarahkan kepada kemaksiatan dan kejahatan. Bisikan ini ditujukan kepada shadr (dada) manusia. Di sini kata yang dipakai adalah shadr bukan qalb (hati) atau fuad (hati) karena Shadr adalah tempat dimana ada fuad dan  qalb.
Qalb berarti sesuatu yang sering berbolik-balik. Yang bisa membalikkan qalb hanyalah Allah swt. Di dalam doa’ disebutkan :
يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ ، ثَبِّتْ قَلْبِي عَلَى دِينِك
Artinya: “Ya Allah, Yang Membolak-balikkan hati, teguhkan hatiku ini agar selalu berada di dalam agama-Mu  (HR Tirmidzi)
Bisikan setan kepada manusia meliputi bisikan dalam masalah aqidah dan ibadah. Dalam masalah aqidah, setan membisikan manusia agar ragu-ragu dengan Allah, sampai-sampai dia menanyakan: “Siapa yang menciptakan Allah? Adapun bisikan setan dalam ibadah seperti merasa keluar angin dalam shalat, padahal itu hanya bisikan setan saja, melamun dalam shalat dan mengingat sesuatu, sehingga dia lupa berapa rekaat dia sudah shalat, berlama-lama di kamar mandi, atau merasa bahwa air kencingnya belum bersih, atau belum keluar semua. Ada juga sebagian orang yang sudah keluar kamar mandi, masuk lagi dan terus begitu berkali-kali. Maka untuk menghilangkan bisikan setan seperti itu, para ulama menganjurkan untuk membasahi celana kita dengan air, sehingga ketika merasa ada sesuatu yang keluar dari anggota tubuhnya, dan didapatkan celananya basah, akan terbetik bahwa basah tersebut penyebabnya adalah air bersih yang dipercikkan. Dengan demikian hilanglah bisikan setan tersebut.
Bisikan setan juga mempunyai dua bentuk: Pertama: Fitnah Syubhat, yaitu bisikan setan ke dalam hati manusia agar salah di dalam memahami ajaran agama Islam ini. Fitnah ini terjadi akibat kebodohan. Fitnah Subhat inilah yang menimpa kaum Nashrani, maka mereka menjadi  orang-orang yang sesat (Dhallun).
Kedua: Fitnah Syahwat, yaitu bisikan setan ke dalam hati manusia agar bermaksiat kepada Allah dan agar mengikuti hawa nafsunya. Seseorang yang terkena fitnah syahwat ini, akan lebih mementingkan kesenangan dunia dibandingkan kehidupan akherat. Fitnah Syahwat inilah yang menimpa orang-orang Yahudi, sehingga mereka dimurkai Allah (Maghdhubi ‘Alaihim), karena mereka   mempunyai ilmu, tetapi tidak mengamalkan ilmu tersebut. Kemudian fitnah ini merembet kepada kaum muslimin dan menimpa sebagian orang-orang yang berilmu tetapi tidak mau mengamalkan ilmunya, bahkan cenderung untuk bermaksiat dan lebih mementingkan kehidupan dunia daripada akherat.   
مِنَ الجِنَّةِ وَالنَّاسِ
Artinya: “Dari golongan jin dan manusia.”
Allah menerangkan pada ayat keenam ini bahwa yang membisikan ke dalam dada manusia itu adalah setan dari golongan jin dan dari golongan manusia. Ini sesuai dengan firman Allah :
وَكَذَلِكَ جَعَلْنَا لِكُلِّ نَبِيِّ عَدُوًّا شَيَاطِيْنَ الإِنْسِ وَالجِنِّ يُوحِي بَعْضُهُمْ إِلَى بَعْضٍ زُخْرُفَ القَوْلِ غُرُورًا
Artinya: “Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu setan-setan manusia dan jin, sebahagian mereka membisikkan kepada sebahagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu.” (QS. Al-An’am: 112)
3. Kandungan Surat 
a.       Kita diperintahkan untuk selalu memohon perlindungan kepada Allah dari gangguan dan bisikan jahat yang dilakukan oleh setan terhadap hati kita.
b.   Hanya Allah-lah tempat berlindung karena Dia-lah yang bisa memberi perlindungan, karena Dia adalah Raja dan Tuhannya manusia.
c.       Setan yang mengganggu manusia tersebut berasal dari golongan jin dan manusia.
d.   Di dalam surat al-Nas ini ada tiga macam tauhid : Tauhid Rubiyah, Tauhid Mulkiyah, Tauhid Uluhiyah.






[1] Jalaluddin al-Suyuti, Luban Nuqul fi al-Asbab al-Nuzul, terj. (Jakarta: Gema Insani, 2011), hlm. 652

Tidak ada komentar:

Posting Komentar