1. Pendahuluan
Al-Nâs artinya
manusia. Surat ini termasuk surat
Makkiyah. Terdiri dari enam ayat. Nama surat diambil dari kata yang
disebut berulang-ulang dalam suratnya. Ia turun bersamaan dengan surat al-Falaq.
Dalam surat ini, Allah memerintahkan nabi
Muhammad SAW untuk berlindung
kepada Allah dari was-was setan. Perintah ini juga berlaku bagi umat beliau. Setan
adalah musuh yang sangat berbahaya, kita tidak bisa melihat mereka, tetapi
mereka melihat kita. Oleh karena itu kita memerlukan perlindungan dari
serangan-serangan setan yang datang bertubi-tubi, tiada henti-hentinya
tersebut. Maka Allah menjelaskan bahwa tidak ada tempat berlindung dari itu
semua kecuali Allah. Pertanyaannya adalah kenapa harus kepada Allah, seberapa
kekuatan yang dimiliki-Nya sehingga kita harus berlindung kepada-Nya ?
2. Asbab al-Nuzul Surat
Terdapat banyak riwayat berkaitan dengan turunnya surat di
atas dan al-Falaq, terlepas dari shahih tidaknya. Di antaranya, dalam suatu
riwayat dikemukan bahwa Rasulullah saw. pernah sakit yang agak parah, sehingga
datanglah kepadanya dua malaikat, yang satu duduk di sebelah kepalanya dan yang
satu lagi di sebelah kakinya. Berkatalah malaikat di sebelah kakinya kepada
yang ada di sebelah kepalanya: "Apa yang engkau lihat?" Ia berkata :
" Dia kena guna-guna
". "Apa guna-guna itu?". "Guna-guna itu
sihir"."Siapa yang membuat sihirnnya?" Ia menjawab : "Labid
bin al-A'sham, yang sihirnya berupa gulungan yang disimpan di sumur keluarga si
Anu di bawah sebuah batu besar. Datanglah ke sumur itu, timbalah airnya dan
angkat batunya kemudian ambillah gulungannya dan bakarlah". Pagi harinya
Rasulullah saw. mengutus 'Ammar bin Yasir dengan kawan-kawannya. Setibanya di
sumur itu tampaklah airnya merah seperti air pacar. Air itu ditimbanya dan
diangkat batunya serta dikeluarkan gulungannya terus dibakar dan ternyata di
dalam gulungan itu ada tali yang terdiri atas sebelas simpul. Setiap kali
Rasulullah mengucapkan satu ayat terbukalah simpulnya.[1]
3. Ayat dan Terjemahnya
قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ النَّاسِ (۱) مَلِكِ النَّاسِ (۲) إِلَهِ
النَّاسِ (۳) مِنْ شَرِّ الْوَسْوَاسِ الْخَنَّاسِ (۴) الَّذِي يُوَسْوِسُ فِي
صُدُورِ النَّاسِ (۵) مِنَ الْجِنَّةِ وَالنَّاسِ (٦)
1. Katakanlah:
"Aku berlidung kepada Tuhan (yang memelihara dan menguasai) manusia.
2.
Raja manusia.
3.
Sembahan manusia.
4.
Dari kejahatan (bisikan) syaitan yang biasa bersembunyi,
5.
Yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia,
6. Dari
(golongan) jin dan manusia.
3. Mufradat
أَعُوْذُ
|
Aku berlidung Aku berlidung
|
مَلِكِ
|
Bersembunyi
|
شَرِّ
|
Kejahatan
|
الْوَسْوَاسِ
|
Bisikan
|
الْخَنَّاسِ
|
Bersembunyi
|
يُوَسْوِسُ
|
Membisikkan
|
صُدُورِ
|
Dada
|
4. Tafsir
قُلْ
أَعُوْذُ بِرَبِّ النَّاسِ
Artinya: “Katakanlah: Aku berlindung
kepada Rabb
manusia.”
Maksud Allah sebagai Rabb manusia adalah bahwa Allah
adalah pencipta, pemilik, pengatur, penguasa dan pemberi rizki seluruh umat manusia. Bahkan Allah
juga Rabb (pencipta, pemilik, pengatur, penguasa, pemberi rizki) alam semesta ini beserta isinya, termasuk
di dalamnya para setan yang selalu menggoda manusia. Artinya sangat wajar
dan memang harus begitu, kita berlindung dari kejahatan setan kepada Rabb
(Dzat Yang Menciptakan setan
itu sendiri), sehingga dipastikan bisa menanganinya, dan dipastikan kita akan
selamat.
مَلِكِ النَّاسِ
Artinya: “ (Allah adalah) Raja manusia “
Allah
sebagai raja dan penguasa
manusia yang sebenarnya, baik di dunia
maupun di akherat.
Adapun manusia yang menjadi raja di dunia ini sebenarnya tidaklah
memiliki apa-apa, tanpa dengan
izin Raja Manusia yaitu Allah.
Ayat
ini ditujukan
kepada dua kelompok manusia: pertama: rakyat
dan masyarakat umum. Sebagian
masyarakat terlalu mengagungkan pemimpin dan raja mereka, sehingga memberikan
hak kepada mereka yang sebenarnya hanya milik Allah saja. Ayat ini mengingatkan kepada mereka
bahwa satu-satunya Raja yang berhak disembah adalah Allah.
Orang-orang Nasrani telah menyembah para
pendeta dan tokoh-tokoh agama mereka dengan cara mentaati mereka secara membabi
buta, walaupun mereka menghalalkan apa yang diharamkan oleh Allah ataupun
mengharamkan apa yang dihalalkan Allah, merekapun tetap mentaatinya. Oleh
karenanya, seorang muslim tidak boleh mentaati seorang pemimpin yang
memerintahkan kepada sesuatu yang dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya, karena
sesungguhnya sebenar-benar raja dan pemimpin adalah Allah.
Kedua: para raja dan para
penguasa. Ayat ini menjelaskan
bahwa sebenarnya manusia itu bukanlah penguasa, tetapi mereka hanyalah pemegang
amanat kekuasaan yang diberikan Allah kepada mereka. Pada hakekatnya Allah
yang mengangkat dan melengserkan mereka.
Oleh karena itu, seseorang tidak boleh
menyebut dirinya raja diraja, atau Syahinsyah (untuk orang Persia), Syah
Jihan (untuk orang India) karena raja diraja adalah Allah SWT. Dalam suatu
hadist Abu Hurairah berkata bahwasanya
Rasulullah saw bersabda :
إنَّ أَخْنَعَ اسْمٍ عِنْدَ اللهِ - عز وجل
- رَجُلٌ تَسَمَّى مَلِكَ الأَمْلاَكِ
Artinya: “Sesungguhnya serendah-rendah nama di sisi Allah adalah orang
yang menamakan dirinya raja diraja “ ( HR Bukhari dan Muslim)
إِلَهِ النَّاسِ
Artinya: ( Allah adalah) Sesembahan Manusia
“Ilâh“
artinya sesembahan. Kalimat “La
Ilâha illa
Allâh” artinya tiada yang berhak disembah kecuali Allah. Para
ulama menyebut kalimat ini sebagai kalimat tauhid “Tauhid Uluhiyah”, yakni mentauhidkan Allah di dalam ibadah,
yaitu seseorang tidaklah boleh beribadah kecuali kepada Allah, tidaklah
bertawakkal kecuali kepada Allah, tidaklah meminta kecuali kepada Allah,
tidaklah mengharap kecuali kepada Allah, tidaklah takut kecuali kepada Allah.
مِنْ شَرِّ
الوَسْوَاسِ الخَنَّاسِ
Artinya: “Dari
kejahatan bisikan (setan) yang biasa bersembunyi”.
Di
dalam ayat tersebut, Allah SWT menjelaskan
bahwa sifat setan adalah suka bersembunyi dan lari terbirit-birit, khususnya
jika mendengar adzan dan mendengar nama Allah disebut. Ini sesuai dengan
hadits Abu Hurairah :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا نُودِيَ لِلصَّلَاةِ أَدْبَرَ
الشَّيْطَانُ وَلَهُ ضُرَاطٌ حَتَّى لَا يَسْمَعَ التَّأْذِينَ فَإِذَا قَضَى
النِّدَاءَ أَقْبَلَ حَتَّى إِذَا ثُوِّبَ بِالصَّلَاةِ أَدْبَرَ حَتَّى إِذَا
قَضَى التَّثْوِيبَ أَقْبَلَ حَتَّى يَخْطِرَ بَيْنَ الْمَرْءِ وَنَفْسِهِ يَقُولُ
اذْكُرْ كَذَا اذْكُرْ كَذَا لِمَا لَمْ يَكُنْ يَذْكُرُ حَتَّى يَظَلَّ الرَّجُلُ
لَا يَدْرِي كَمْ صَلَّى
Artinya: Dari Abu Hurairah, bahwa
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Jika panggilan shalat
(adzan) dikumandangkan maka setan
akan lari sambil
mengeluarkan kentut hingga ia tidak mendengar suara
adzan. Apabila panggilan adzan telah selesai maka setan akan kembali. Dan bila
iqamat dikumandangkan setan
kembali berlari dan jika iqamat telah selesai
dikumandangkan dia kembali lagi, lalu menyelinap masuk kepada hati seseorang
seraya berkata, 'Ingatlah ini dan itu'. Dan terus saja dia melakukan godaan ini
hingga seseorang tidak menyadari berapa rakaat yang sudah dia laksanakan dalam
shalatnya."( HR Bukhari dan Muslim )
Setan
itu duduk di hati manusia, jika dia lengah, segera dia membisikan ke dalamnya,
jika manusia itu mengingat Allah, dia akan lari. Di dalam tafsir Ibnu Katsir dijelaskan bahwa setan itu
akan membisikan ke dalam hati manusia di saat ia sedih sekali dan di saat ia
gembira sekali, namun jika dia mengingat Allah, maka setan itu akan
bersembunyi.
الَّذِي يُوَسْوِسُ
فِي صُدُوْرِ النَّاسِ
Artinya: Yang membisikkan
(kejahatan) ke dalam dada manusia.
Bisikan
setan pada hati manusia sangat banyak dan beragam, semuanya mengarahkan kepada
kemaksiatan dan kejahatan. Bisikan
ini ditujukan kepada shadr (dada) manusia. Di sini kata yang dipakai
adalah shadr bukan qalb (hati) atau fuad (hati)
karena Shadr adalah tempat dimana ada fuad dan qalb.
Qalb berarti
sesuatu yang sering berbolik-balik. Yang bisa membalikkan qalb hanyalah Allah swt. Di dalam doa’
disebutkan :
يَا مُقَلِّبَ
الْقُلُوبِ ، ثَبِّتْ قَلْبِي عَلَى دِينِك
Artinya: “Ya Allah, Yang
Membolak-balikkan hati, teguhkan hatiku ini agar selalu berada di dalam
agama-Mu” (HR Tirmidzi)
Bisikan
setan kepada manusia meliputi bisikan dalam masalah aqidah dan ibadah. Dalam masalah aqidah, setan
membisikan manusia agar ragu-ragu dengan Allah, sampai-sampai dia menanyakan: “Siapa
yang menciptakan Allah? Adapun bisikan setan dalam ibadah
seperti merasa keluar angin
dalam shalat, padahal itu
hanya bisikan setan saja, melamun dalam shalat dan mengingat sesuatu, sehingga dia lupa
berapa rekaat dia sudah shalat, berlama-lama di kamar mandi, atau
merasa bahwa air kencingnya belum bersih, atau belum keluar semua. Ada juga
sebagian orang yang sudah keluar kamar mandi, masuk lagi dan terus begitu
berkali-kali. Maka untuk menghilangkan bisikan setan seperti itu, para ulama
menganjurkan untuk membasahi celana kita dengan air, sehingga ketika merasa ada
sesuatu yang keluar dari anggota tubuhnya, dan didapatkan celananya basah, akan
terbetik bahwa basah tersebut penyebabnya adalah air bersih yang dipercikkan.
Dengan demikian hilanglah bisikan setan tersebut.
Bisikan
setan juga mempunyai dua bentuk: Pertama: Fitnah Syubhat, yaitu bisikan setan ke
dalam hati manusia agar salah di dalam memahami ajaran agama Islam ini. Fitnah
ini terjadi akibat kebodohan. Fitnah Subhat inilah yang menimpa kaum Nashrani,
maka mereka menjadi orang-orang yang sesat (Dhallun).
Kedua: Fitnah Syahwat, yaitu
bisikan setan ke dalam hati manusia agar bermaksiat kepada Allah dan agar mengikuti
hawa nafsunya. Seseorang yang terkena fitnah syahwat ini, akan lebih
mementingkan kesenangan dunia dibandingkan kehidupan akherat. Fitnah Syahwat
inilah yang menimpa orang-orang Yahudi, sehingga mereka dimurkai Allah (Maghdhubi
‘Alaihim), karena mereka mempunyai ilmu, tetapi tidak
mengamalkan ilmu tersebut. Kemudian fitnah ini merembet kepada kaum muslimin
dan menimpa sebagian orang-orang yang berilmu tetapi tidak mau mengamalkan
ilmunya, bahkan cenderung untuk bermaksiat dan lebih mementingkan kehidupan
dunia daripada akherat.
مِنَ الجِنَّةِ وَالنَّاسِ
Artinya: “Dari
golongan jin dan manusia.”
Allah menerangkan pada
ayat keenam ini bahwa yang membisikan ke dalam dada manusia itu adalah setan
dari golongan jin dan dari golongan manusia. Ini sesuai dengan firman Allah :
وَكَذَلِكَ جَعَلْنَا لِكُلِّ نَبِيِّ عَدُوًّا شَيَاطِيْنَ الإِنْسِ
وَالجِنِّ يُوحِي بَعْضُهُمْ إِلَى بَعْضٍ زُخْرُفَ القَوْلِ غُرُورًا
Artinya:
“Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu setan-setan
manusia dan jin, sebahagian mereka membisikkan kepada sebahagian yang lain
perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu.” (QS. Al-An’am: 112)
3. Kandungan
Surat
a. Kita diperintahkan
untuk selalu memohon perlindungan kepada Allah dari gangguan dan bisikan jahat
yang dilakukan oleh setan terhadap hati kita.
b. Hanya Allah-lah
tempat berlindung karena Dia-lah yang bisa memberi perlindungan, karena Dia
adalah Raja dan Tuhannya manusia.
c. Setan yang mengganggu
manusia tersebut berasal dari golongan jin dan manusia.
d. Di dalam surat
al-Nas ini ada tiga macam
tauhid : Tauhid Rubiyah, Tauhid Mulkiyah, Tauhid Uluhiyah.
[1]
Jalaluddin al-Suyuti, Luban Nuqul fi al-Asbab al-Nuzul, terj. (Jakarta:
Gema Insani, 2011), hlm. 652
Tidak ada komentar:
Posting Komentar