Selasa, 23 Agustus 2011

KURIKULUM PENDIDIKAN PADA MASA KLASIK


Kurikulum di sini lebih difahami dalam pemahaman masa lalu, yaitu sejumlah mata pelajaran yang harus dipelajari untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Berangkat dari pengertian tersebut, dan karena pada masa itu telah dikenal tiga jenjang pendidikan, yaitu dasar, menengah dan tinggi, maka ketiga jenjang tersebut memiliki kurikulum sendiri-sendiri. Sungguhpun kurikulum tersebut tidak jauh berbeda dari sisi nama pelajaran namun dari sisi materi berbeda.
Pada tingkat pertama atau dasar, mata pelajaran secara keseluruhan terdiri dari: a) membaca dan menghafal al-Qur'an, b) pokok-pokok agama Islam, seperti wudhu, shalat, puasa, c) menulis, d) sejarah tokoh e) membaca dan menghafal syair-syair, f) berhitung, dan g) pokok-pokok nahwu dan sharaf. Kurikulum seperti ini tidak dapat diketemukan dalam sebuah institusi, akan tetapi setiap daerah mempunyai kurikulumnya sendiri. Di Maroko misalnya, hanya diajarkan al-Qur'an dan rasm (tulisan)-nya. Di Andalusia diajarkan al-Qur'an, menulis, syair, pokok-pokok nahwu dan sharaf serta khat. Di Tunisia diajarkan al-Qur'an, hadits dan pokok-pokok ilmu agama terutama hafalan al-Qur'an. (Mahmud Yunus, 1990: 49)
Sedang pada jenjang menengah, kurikulumnya meliputi: a) al-Qur'an, b) bahasa Arab dan sastra, c) fiqh, d) tafsir, e) hadits, f) nahwu, sharaf, serta balaghah, g) ilmu-ilmu eksakta, h) manthiq, i) falak, j) tarikh, k) ilmu-ilmu kealaman, l) kedokteran, m) musik. Sebagaimana pada jenjang dasar, mata pelajaran tersebut diajarkan di daerah yang berbeda-beda. Hal ini sekaligus sebagai konsekuensi dari institusi yang digunakan, yaitu masjid. Ia dikelola oleh masing-masing syaikh atau mudarris. Hal mana ia memiliki kewenangan untuk menentukan disiplin ilmunya sendiri-sendiri. Sungguhpun secara umum disiplin ilmu yang diajarkannya adalah fiqh dan ilmu-ilmu agama, namun hal itu tidak selamanya berlaku secara konsisten pada semua masjid. Bahkan ada (juga) masjid yang cenderung mengajarkan ilmu-ilmu umum (al-'ulûm al-'aqliyyah).
 Berbagai halaqah di masjid (jâmi') misalnya, menawarkan pelajaran hadits, tafsir, fiqh, ushul fiqh, nahwu, sharaf, dan sastra (syair) Arab. Sementara di masjid lain, sebagaimana dideskripsikan Ahmad Syalabi, dimisalkan seperti masjid jâmi' al-Tuluni (berdiri 256 H.) dipelajari tafsir, hadits, fiqh dalam empat madzhab, qira'at, kedokteran dan hisab. Sementara di masjid jâmi' al-Azhâr, diajarkan ilmu kedokteran, yang diselenggarakan pada waktu tengah hari pada tiap-tiap hari. (Ahmad Syalabi, 1973: 105)
Berbeda dengan kedua jenjang sebelumnya, pendidikan tinggi lebih fleksibel dan berbeda antara satu institusi dengan yang lain. Secara umum pendidikan tinggi ini mempunyai dua fakultas. Pertama, fakultas ilmu-ilmu agama, serta bahasa dan sastra Arab. Fakultas ini mempelajari antara lain: a) tafsir al-Qur'an, b) hadits, c) fiqh dan ushul fiqh, d) nahwu / sharaf, e) balaghah, f) bahasa dan sastra Arab. Kedua, fakultas ilmu-ilmu hikmah (filsafat). Fakultas ini mempelajari antara lain: a) manthiq, b) ilmu-ilmu alam dan kimia, c) musik, d) ilmu-ilmu eksakta, e) ilmu ukur, f) falak, g) ilmu teologi, h) ilmu hewan, i) nabati, j) ilmu kedokteran. Selama masa itu belum dikenal spesialisasi mata pelajaran. (Mahmud Yunus, 1990: 49) Hal terakhir ini ditentukan setelah seorang siswa tamat dari pendidikan tinggi. Yang didasarkan pada bakat dan kecenderungan masing-masing, sesudah praktek mengajar selama beberapa tahun.

Selasa, 16 Agustus 2011

PENDIDIKAN Antara: Membangun, Menghancurkan dan Memperalat

A.      Pendahuluan
Sepintas judul di atas terasa janggal. Ketika kata ‘pendidikan’ diikuti dengan kata ‘membangun’ (pembangunan), logika kita sepakat, artinya di sini tidak dirasakan ada kejanggalan, karena memang sudah seharusnya pendidikan itu membangun, sekurang-kurang terhadap mental dan moral kita. Namun ketika kata ‘pendidikan’ diikuti dengan kata ‘menghancurkan’ --dan atau memperalat-- maka di sinilah kejanggalan itu kita rasakan, karena antara ‘pendidikan’ dan ‘menghancurkan’ adalah a vis a (berlawanan). Berpijak pada statemen tersebut, berarti mengikutkan kata ‘menghancurkan’ pada kata ‘pendidikan’ semakna dengan mengikutkan kata ‘menghancurkan’ pada kata ‘membangun’. Itu adalah sesuatu yang tidak akan terjadi atau terselesaikan. Ibarat dua orang, yang satu membangun, yang lain menghancurkan. Kapan selesainya? Sekali lagi, di sinilah letak kejanggalan tersebut.
Akan tetapi dengan membaca sepenuhnya tulisan ini, rasa janggal tersebut akan hilang. Begitu sekurang-kurangnya harapan penulis.
B.       Pendidikan: Membangun
Pendidikan mengandung arti membangun jika dilihat dari sisi konseptual, teori, visi, misi, tujuan, dan praktek dari segelintir orang. Pendidikan yang demikian telah didefinisikan dengan ramah, santun, obyektif, manusiawi oleh para tokoh pendidikan. M. Ngalim Purwanto, misalnya, mendefinisikan pendidikan sebagai segala usaha orang dewasa dalam pergaulannya dengan anak-anak untuk memimpin perkembangan jasmani dan rohaninya ke arah kedewasaan. (M. Ngalim Purwanto, 1997:10). Begitu juga Langgulung. Menurutnya, pendidikan adalah suatu proses yang mempunyai tujuan yang biasanya diusahakan untuk menciptakan pola-pola tingkah laku tertentu pada kanak-kanak atau orang yang sedang dididik. (Hasan Langgulung, 1986: 33).
Dari dua definisi tersebut dapat dikatakan, jika kita menginginkan anak-anak kelak menjadi orang yang mengerti apa yang harus dilakukan di dalam menjalani hidupnya --termasuk dalam menghadapi problemnya-- baik dalam tataran sosial maupun spiritual hendaknya sekarang mereka dididik. Begitu juga jika dikehendaki agar mereka bertindak tertentu dalam menghadapi hal tertentu maka mulai sekarang mereka hendaknya dididik dengan tingkah laku tersebut. Begitu pentingnya pendidikan dalam pandangan kedua tokoh tersebut. Pendidikan terasa sebagai kegiatan yang manusiawi (memanusiakan manusia). Oleh karenanya ia sangat dibutuhkan oleh setiap orang, bahkan dijadikan sebagai suatu kewajiban yang seandainya ditinggalkan seseorang akan kehilangan arah dalam hidupnya.
Di lain pihak Sartono --dan dikuatkan Langgulung-- mengatakan, tanpa pendidikan kita tidak dapat bertahan hidup (lihat Tri Yudho, 1996: 9). Dari sini semakin jelas betapa luhurnya pendidikan. Sehingga bangsa Indonesia sendiri menyadari dan kemudian merumuskan bahwa “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. (UU Sisdiknas 2003)
Pentingnya pendidikan tersebut kemudian ditindaklanjuti oleh tokoh masyarakat dengan mendirikan institusi pendidikan dengan visi, misi dan tujuan yang tentunya luar biasa pula, dengan harapan agar kelak anak-anak mereka menjadi generasi yang dapat diharapkan dan diandalkan. Di sinilah pendidikan merupakan harapan bagi setiap orang dalam rangka membangun masa depan, dan untuk mencapai kedewasaan sehingga mampu membedakan antara yang baik dan yang buruk, sekaligus mampu mengambil sikap.
C.    Pendidikan: Menghancurkan
Konsep, visi, misi, tujuan pendidikan yang sangat manusiawi sebagaimana didefinisikan di atas, kemudian dipraktekkan berbeda oleh kebanyakan masyarakat yang notabene peduli terhadap pendidikan. Tidak sedikit di antara pelaku pendidikan, baik kepala sekolah maupun wakilnya, staf pengajar --bahkan orang-orang yang bekerja di kementerian pendidikan-- yang tahu visi, misi, maupun tujuan pendidikan di mana mereka melaksanakan tugas. Tidak jarang pula mereka yang sudah mengetahuinya kemudian menjadikan pengetahuan tersebut sebagai muara dalam melaksanakan tugas. Tindakan inilah di antaranya yang dapat menghancurkan pendidikan.
Selain itu, terjadinya pengangkatan guru yang kurang profesional, masih suburnya praktek KKN dalam ranah pendidikan, kasus suap, kemampuan penguasaan materi dan metode pembelajaran yang tidak dimiliki guru, managemen pendidikan yang tidak tertata rapi, seperti terjadinya pungli atau mahalnya tarif pendidikan yang dipasang, pengaturan jadwal, pemberian alokasi waktu yang kurang memadahi bagi mata pelajaran yang memiliki materi banyak dan lain-lain turut mempercepat hancurnya pendidikan.
Namun di atas semua itu, yang tidak kalah dahsyatnya dalam menghancurkan pendidikan adalah rendahnya dedikasi dan hilangnya keikhlasan di hati mereka. Dijadikannya sekolahan --dan atau instansi terkait- sebagai tempat mencari keuntungan materi merupakan tanda hilangnya keikhlasan. Ketika keikhlasan hilang maka semangat mendidik akan digantungkan pada banyaknya imbalan yang didapat, selain itu semangat mendidik tersebut menjadi tidak konsisten. Seorang guru akan semangat ketika keberhasilan pendidikannya kelak akan dijadikan sebagai lahan promosi. Jika hal itu yang terjadi maka kemampuan anak hanyalah kemampuan sesaat, karena mereka belajar hanyalah untuk kepentingan sesaat. Inilah di antara perbedaan antara praktek pendidikan sekarang dengan masa klasik. Mengapa pendidikan yang didukung oleh sarana dan prasarana yang pas-pasan mampu melahirkan tokoh-tokoh besar. Sementara pendidikan yang didukung oleh sarana yang memadahi justru melahirkan pencuri-pencuri besar.

D.    Pendidikan sebagai Alat 
Seringkali stockholder pendidikan menjadikan lembaganya sebagai alat taruhan, dalam arti mempertaruhkan harga diri. Agar mendapatkan emage baik di mata masyarakat, seringkali mereka menempuh jalan yang tidak sportif dan obyektif, lebih-lebih dalam menghadapi UN. Pengalaman penulis selama 4 periode menjadi pemantau UN cukup menjadi bukti betapa hal ini ditempuh oleh sebagian besar --untuk tidak mengatakan semua-- pengelola pendidikan. Kebanyakan guru, ketika menjadi pengawas membiarkan peserta ujian melakukan kecurangan dengan berbagai cara. Ketika menjadi panitia, mereka mendiktekan jawaban kepada siswanya, mengajari cara-cara melakukan kecurangan, bahkan menginstruksikan siswa yang pandai untuk mengajari siswa yang bodoh di dalam mengerjakan soal. Begitu juga kepala sekolah, tidak memberi kontrol terhadap sikap demikian.
Tidak jarang pula institusi tersebut dijadikan sebagai lahan bisnis. Siswa dijadikan sapi perah untuk mendapatkan laba sebanyak mungkin tanpa mempedulikan bagaimana kemajuan belajar mereka, baik dengan jalan memungut biaya pada siswa maupun membelokkan subsidi-subsidi yang masuk. Kasus ini memang tidak sebanyak kasus sebelumnya, namun demikian kita tidak bisa melupakan bahwa ia turut juga dalam menghancurkan pendidikan di tanah air.
Kasus lain --yang mungkin masih menimbulkan perdebatan-- adalah adanya indoktrinasi yang dilakukan sekolah-sekolah tertentu. Indoktrinasi pada batas-batas tertentu merupakan pengkebirian terhadap kreatifitas dan kritisitas siswa. Siswa yang seharusnya mampu menangkap segala pengetahuan, gagal karena pengetahuan-pengetahuan tertentu dikatakan sebagai pengetahauan yang salah dan tidak harus diikuti. Pendidikan seharusnya menjadikan anak mampu menilai sendiri mana yang benar dan mana yang salah. Namun kemampuan itu tidak didapatkannya, hanya karena kepentingan  manager  pendidikan. wa Allah a’lam

Kamis, 11 Agustus 2011

RAMADHAN: BULAN TAUBAT


Pertama-tama perlu penulis sampaikan, tulisan ini tidak menekankan bahwa taubat hendaknya dilakukan di bulan Ramadhan. Karena, pada dasarnya pelaksanaan taubat itu sesegera mungkin setelah kita berbuat salah. Ramadhan dikatakan bulan taubat --dan tentunya kita juga dianjurkan untuk bertaubat-- lebih karena pada bulan ini Allah SWT. banyak memberikan limpahan ampunan bagi hamba-hamba-Nya. Sehingga bulan ini pun dapat disebut sebagai bulan ampunan.
Mengawali tulisan ini (Ramadhan: Bulan Taubat), ada dua hal, yang saling terkait, yang perlu digarisbawahi. Kedua hal tersebut adalah Ramadhan dan Taubat. Yang pertama berhubungan dengan moment. Sementara yang kedua berhubungan dengan perbuatan salah.
Berbicara mengenai Ramadhan, kita tidak bisa menafikan keutamaan-keutamaan yang dimiliki oleh bulan ini, sebagaimana yang telah disampaikan oleh Rasulullah SAW. Di antara penjelasan Rasulullah yang berkaitan dengan keutamaan tersebut adalah, “Apabila tiba bulan Ramadhan, maka dibukalah pintu-pintu surga, ditutuplah pintu neraka dan setan-setan dibelenggu” (HR. Muslim). "Telah datang kepadamu bulan Ramadhan, bulan keberkahan, AIlah mengunjungimu pada bulan ini dengan menurunkan rahmat, menghapus dosa-dosa dan mengabulkan do'a. Allah melihat berlomba-lombanya kamu pada bulan ini dan membanggakanmu kepada para malaikat-Nya, maka tunjukkanlah kepada Allah hal-hal yang baik dari dirimu. Karena orang yang sengsara ialah yang tidak mendapatkan rahmat Allah di bulan ini" (HR. al-Thabrani).
Rasulullah juga bersabda: "Umatku pada bulan Ramadhan diberi lima keutamaan yang tidak diberikan kepada umat sebelumnya, yaitu: bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah daripada aroma kesturi, para malaikat memohonkan ampunan bagi mereka sampai mereka berbuka, Allah Azza Wa Jalla setiap hari menghiasi Surga-Nya lalu berfirman (kepada Surga),'Hampir tiba saatnya para hamba-Ku yang shalih dibebaskan dari beban dan derita serta mereka menuju kepadamu, 'pada bulan ini para jin yang jahat diikat sehingga mereka tidak bebas bergerak seperti pada bulan lainnya, dan diberikan kepada ummatku ampunan pada akhir malam. "Beliau ditanya, 'Wahai Rasulullah apakah malam itu Lailatul Qadar' Jawab beliau, 'Tidak. Namun ovang yang beramal tentu diberi balasannya jika menyelesaikan amalnya" (HR. Ahmad). “Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan karena iman dan mengharapkan ridha Allah maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu” (HR. Bukhari).
Sementara ketika kita berbicara mengenai taubat, hal pertama yang terbayang adalah kesalahan. Secara normatif setiap manusia pasti pernah berbuat salah. Tak seorangpun di dunia ini yang mampu menghindarkan diri dari berbuat salah, bahkan seorang rasul sekalipun. Rasulullah sendiri mengakui hal tersebut. Kemudian Rasulullah memberikan penegasan bahwa: “Sebaik-baik orang yang berbuat salah adalah yang mau bertaubat” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah). Dan taubat ini harus dilakukan sesegera mungkin. “… dan ikutilah perbuatan buruk dengan perbuatan baik, niscaya ia dapat menghapuskannya …” (HR. Tirmidzi). Begitu Rasulullah mengingatkan. Di sinilah letak kaitan antara perbuatan salah dengan taubat.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa bulan Ramadhan merupakan moment yang sangat tepat untuk bertaubat dan memohon ampunan pada Allah, karena di bulan ini ampunan Allah akan diberikan kepada siapa saja yang mau memohon. Bahkan dosa-dosa kecil kita terampuni dengan sendirinya begitu kita ikhlas menjalankan puasa di bulan ini. Sementara bagi kita yang pernah berbuat dosa besar seperti membunuh orang, mabuk, berjudi, berzina, mencuri dengan nominal yang besar, mendurhakai kedua orang tua, dan lain-lain, dan belum bertaubat, sekaranglah saatnya untuk bertaubat, karena bertaubat di bulan ini --kalau boleh penulis katakan-- pasti diterima, dan dosa kita pasti diampuni. Sementara bagi yang sudah bertaubat, sekarang saatnya untuk meningkatkan taubatnya.
Begitu juga kita yang merasa belum banyak amal baiknya serta masih rendah tingkat kepatuhannya kepada Allah, marilah sekarang kita tingkatkan, baik secara kualitas maupun kuantitas. Janganlah kesempatan meraih surga yang telah dibuka ini kita lewatkan begitu saja. Dan jangan pula kita buka kembali pintu neraka yang telah ditutup dengan mengulang kesalahan-kesalahan yang pernah kita lakukan di masa lalu. Semoga kita mendapatkan kemenangan. Wa Allahu a’lam.

Rabu, 10 Agustus 2011

RAMADAN MOMENTUM UNTUK TAUBAT


Pertama-tama perlu penulis sampaikan, tulisan ini tidak menekankan bahwa taubat hendaknya dilakukan di bulan Ramadhan. Karena, pada dasarnya pelaksanaan taubat itu sesegera mungkin setelah kita berbuat salah. Ramadhan dikatakan bulan taubat --dan tentunya kita juga dianjurkan untuk bertaubat-- lebih karena pada bulan ini Allah SWT. banyak memberikan limpahan ampunan bagi hamba-hamba-Nya. Sehingga bulan ini pun dapat disebut sebagai bulan ampunan.
Mengawali tulisan ini (Ramadhan: Bulan Taubat), ada dua hal, yang saling terkait, yang perlu digarisbawahi. Kedua hal tersebut adalah Ramadhan dan Taubat. Yang pertama berhubungan dengan moment. Sementara yang kedua berhubungan dengan perbuatan salah.
Berbicara mengenai Ramadhan, kita tidak bisa menafikan keutamaan-keutamaan yang dimiliki oleh bulan ini, sebagaimana yang telah disampaikan oleh Rasulullah SAW. Di antara penjelasan Rasulullah yang berkaitan dengan keutamaan tersebut adalah, “Apabila tiba bulan Ramadhan, maka dibukalah pintu-pintu surga, ditutuplah pintu neraka dan setan-setan dibelenggu” (HR. Muslim). "Telah datang kepadamu bulan Ramadhan, bulan keberkahan, AIlah mengunjungimu pada bulan ini dengan menurunkan rahmat, menghapus dosa-dosa dan mengabulkan do'a. Allah melihat berlomba-lombanya kamu pada bulan ini dan membanggakanmu kepada para malaikat-Nya, maka tunjukkanlah kepada Allah hal-hal yang baik dari dirimu. Karena orang yang sengsara ialah yang tidak mendapatkan rahmat Allah di bulan ini" (HR. al-Thabrani).
Rasulullah juga bersabda: "Umatku pada bulan Ramadhan diberi lima keutamaan yang tidak diberikan kepada umat sebelumnya, yaitu: bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah daripada aroma kesturi, para malaikat memohonkan ampunan bagi mereka sampai mereka berbuka, Allah Azza Wa Jalla setiap hari menghiasi Surga-Nya lalu berfirman (kepada Surga),'Hampir tiba saatnya para hamba-Ku yang shalih dibebaskan dari beban dan derita serta mereka menuju kepadamu, 'pada bulan ini para jin yang jahat diikat sehingga mereka tidak bebas bergerak seperti pada bulan lainnya, dan diberikan kepada ummatku ampunan pada akhir malam. "Beliau ditanya, 'Wahai Rasulullah apakah malam itu Lailatul Qadar' Jawab beliau, 'Tidak. Namun ovang yang beramal tentu diberi balasannya jika menyelesaikan amalnya" (HR. Ahmad). “Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan karena iman dan mengharapkan ridha Allah maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu” (HR. Bukhari).
Sementara ketika kita berbicara mengenai taubat, hal pertama yang terbayang adalah kesalahan. Secara normatif setiap manusia pasti pernah berbuat salah. Tak seorangpun di dunia ini yang mampu menghindarkan diri dari berbuat salah, bahkan seorang rasul sekalipun. Rasulullah sendiri mengakui hal tersebut. Kemudian Rasulullah memberikan penegasan bahwa: “Sebaik-baik orang yang berbuat salah adalah yang mau bertaubat” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah). Dan taubat ini harus dilakukan sesegera mungkin. “… dan ikutilah perbuatan buruk dengan perbuatan baik, niscaya ia dapat menghapuskannya …” (HR. Tirmidzi). Begitu Rasulullah mengingatkan. Di sinilah letak kaitan antara perbuatan salah dengan taubat.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa bulan Ramadhan merupakan moment yang sangat tepat untuk bertaubat dan memohon ampunan pada Allah, karena di bulan ini ampunan Allah akan diberikan kepada siapa saja yang mau memohon. Bahkan dosa-dosa kecil kita terampuni dengan sendirinya begitu kita ikhlas menjalankan puasa di bulan ini. Sementara bagi kita yang pernah berbuat dosa besar seperti membunuh orang, mabuk, berjudi, berzina, mencuri dengan nominal yang besar, mendurhakai kedua orang tua, dan lain-lain, dan belum bertaubat, sekaranglah saatnya untuk bertaubat, karena bertaubat di bulan ini --kalau boleh penulis katakan-- pasti diterima, dan dosa kita pasti diampuni. Sementara bagi yang sudah bertaubat, sekarang saatnya untuk meningkatkan taubatnya.
Begitu juga kita yang merasa belum banyak amal baiknya serta masih rendah tingkat kepatuhannya kepada Allah, marilah sekarang kita tingkatkan, baik secara kualitas maupun kuantitas. Janganlah kesempatan meraih surga yang telah dibuka ini kita lewatkan begitu saja. Dan jangan pula kita buka kembali pintu neraka yang telah ditutup dengan mengulang kesalahan-kesalahan yang pernah kita lakukan di masa lalu. Semoga kita mendapatkan kemenangan. Wa Allahu a’lam.

Senin, 08 Agustus 2011

PENDIDIKAN DAN METODE-METODENYA

A.      Landasan Pendidikan
 Secara natural, manusia membutuhkan pendidikan. Diberinya emosi (nafsu) bagi manusia dan kemudian dilengkapi dengan akal adalah alasan utama mengapa manusia membutuhkan pendidikan. Emosi memiliki kecenderungan untuk berbuat salah, buruk, dan jelek  (baca QS: Yusuf 53). Sementara akal diharapkan mampu membedakan antara benar dan salah, baik dan buruk, serta indah dan jelek. Dan hanya lewat pendidikan sajalah hal itu bisa terealisasikan. Dengan demikian penyelenggaraan pendidikan bagi manusia adalah sebuah keniscayaan.
Secara normative, Islam sangat mengutamakan pendidikan bagi umatnya. Hal ini terbaca dari perintah pertama yang datang mengiringi datangnya Islam. Yaitu perintah membaca, yang kemudian terbungkus dalam surat al-‘Alaq. Lewat surat dan ayat inilah, di antaranya, Allah menghendaki agar manusia (muslim) menjadi umat yang pandai, sehingga menjadi umat yang mulia (baca QS: al-Mujadalah 11), sekaligus menjadi umat terbaik, khaira umat (baca: QS Ali Imran 110). Misi inilah yang juga dibawa oleh Rasulullah. Beliau mengingatkan bahwa mencari ilmu adalah wajib hukumnya bagi setiap muslim (baik laki-laki maupun perempuan).
Dalam mengejawantahkan perintah tersebut, muncullah beberapa cara pendidikan yang kemudian dapat dikategorikan ke dalam tiga jenis. Ketiga jenis tersebut adalah formal, informal dan non-formal. Pendidikan formal adalah pendidikan yang diselenggarakan dan atau bernaung di bawah pemerintah. Karena bernaung di bawah pemerintah (baik Diknas maupun Depag), pelaksanaan pendidikannya harus mengikuti aturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah, seperti kurikulum (materi), evaluasi, kualitas tenaga pengajar dan lain-lain. Pendidikan informal adalah pendidikan yang dalam pelaksanaannya mengikuti tata cara pendidikan formal, namun pengaturannya bergantung pada penyelenggara. Tata cara yang dimaksud adalah adanya kurikulum, jadwal, evaluasi dan lain-lain. Jenis pendidikan ini dimisalkan seperti kursus, madin dan lain-lain.
Sedangkan pendidikan non formal adalah pendidikan secara alami dan tidak memiliki syarat-syarat sebagaimana dalam kedua jenis pendidikan sebelumnya. Seperti pendidikan dalam lingkungan keluarga dan masyarakat. Orang tua memberi teladan pada anak tentang sebuah sikap , dalam menjalankan perintah agama dan lain-lain adalah contoh dari praktek pendidikan non formal.
Kunci utama bagi berhasilnya proses pendidikan adalah adanya kemauan dan semangat yang tinggi baik bagi siswa maupun para pendidik dalam melaksanakan tugas masing-masing. Rasa ingin tahu harus dimiliki oleh tiap anak. Demikian juga, dedikasi (semangat berjuang) harus selalu bergelora dalam diri seorang guru. Tanpa hal-hal tersebut pendidikan tidak akan membuahkan hasil apa-apa. Akan tetapi, bagi guru, semangat saja tanpa diikuti dengan penguasaan terhadap metode menjadikan semangat tersebut sia-sia. Dengan kata lain, dapat dinyatakan bahwa metode turut menentukan tercapai atau tidaknya sebuah proses pendidikan. Besarnya peran metode ini mengindikasikan mutlaknya hal ini dikuasai oleh setiap guru.
B.       Metode Pembelajaran
Metode pembelajaran adalah cara yang digunakan oleh guru dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar di kelas sebagai upaya untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Ada banyak metode yang selama ini digunakan oleh para pendidik dalam melaksanakan tugasnya. Di antara metode tersebut adalah:
1.      Metode ceramah
Dalam metode ceramah, proses belajar mengajar pada umumnya didominasi oleh guru, dengan cara ceramah. Guru menerangkan sementara para siswa mendengarkan.
2. Metode Tanya jawab
Metode tanya jawab adalah suatu cara mengelola pembelajaran dengan mengahasilkan pertanyaan-pertanyaan yang mengarahkan siswa memahami materi tersebut. Metode tanya jawab akan menjadi efektif bila materi yang menjadi topik bahasan menarik, menantang dan memiliki nilai aplikasi tinggi. Pertanyaaan yang diajukan bervariasi, meliputi pertanyaan tertutup (pertanyaan yang jawabannya hanya satu kemungkinan) dan pertanyaan terbuka (pertanyaan dengan banyak kemungkinan jawaban), serta disajikan dengan cara yang menarik.
3. Metode Diskusi
Metode diskusi adalah suatu cara mengelola pembelajaran dengan penyajian materi melalui pemecahan masalah, atau analisis sistem produk teknologi yang pemecahannya sangat terbuka. Suatu diskusi dinilai menunjang keaktifan siswa bila diskusi itu melibatkan semua anggota diskusi dan menghasilkan suatu pemecahan masalah.
Jika metoda ini dikelola dengan baik, antusiasme siswa untuk terlibat dalam forum ini sangat tinggi. Tata caranya adalah sebagai berikut: a) harus ada pimpinan diskusi, b) topik yang menjadi bahan diskusi harus jelas dan menarik, c) peserta diskusi dapat menerima dan memberi, d) dan suasana diskusi tanpa tekanan.
4. Metode Pemberian Tugas
Metode pemberian tugas adalah cara mengajar atau penyajian materi melalui penugasan siswa untuk melakukan suatu pekerjaan. Pemberian tugas dapat secara individual atau kelompok. Pemberian tugas untuk setiap siswa atau kelompok dapat sama dan dapat pula berbeda.
Agar pemberian tugas dapat menunjang keberhasilan proses pembelajaran, maka: a) tugas harus bisa dikerjakan oleh siswa atau kelompok siswa, b) hasil dari kegiatan ini dapat ditindaklanjuti dengan presentasi oleh siswa dari satu kelompok dan ditanggapi oleh siswa dari kelompok yang lain atau oleh guru yang bersangkutan, serta c) di akhir kegiatan ada kesimpulan yang didapat.
5. Metode Eksperimen
Metode eksperimen adalah suatu cara pengelolaan pembelajaran di mana siswa melakukan aktivitas percobaan dengan mengalami dan membuktikan sendiri suatu yang dipelajarinya. Dalam metode ini siswa diberi kesempatan untuk mengalami sendiri atau melakukan sendiri dengan mengikuti suatu proses, mengamati suatu obyek, menganalisis, membuktikan dan menarik kesimpulan sendiri tentang obyek yang dipelajarinya.
Percobaan dapat dilakukan melalui kegiatan individual atau kelompok. Hal ini tergantung dari tujuan dan makna percobaan atau jumlah alat yang tersedia. Percobaan ini dapat dilakukan dengan demonstrasi, bila alat yang tersedia hanya satu atau dua perangkat saja.
6. Metode Demonstrasi
Metode demonstrasi adalah cara pengelolaan pembelajaran dengan memperagakan atau mempertunjukkan kepada siswa suatu proses, situasi, benda, atau cara kerja suatu produk teknologi yang sedang dipelajari. Demontrasi dapat dilakukan dengan menunjukkan benda baik yang sebenarnya, model, maupun tiruannya dan disertai dengan penjelasan lisan.
Demonstrasi akan menjadi aktif jika dilakukan dengan baik oleh guru dan selanjutnya dilakukan oleh siswa. Metode ini dapat dilakukan untuk kegiatan yang alatnya terbatas tetapi akan dilakukan terus-menerus dan berulang-ulang oleh siswa.
7. Metode Tutorial/Bimbingan
Metode tutorial adalah suatu proses pengelolaan pembelajaran yang dilakukan melalui proses bimbingan yang diberikan/dilakukan oleh guru kepada siswa baik secara perorangan atau kelompok kecil siswa. metode ini banyak sekali digunakan, khususnya pada saat siswa sudah terlibat dalam kerja kelompok.
Peran guru sebagi fasilitator, moderator, motivator dan pembimbing sangat dibutuhkan oleh siswa untuk mendampingi mereka membahas dan menyelesaikan tugas-tugasnya
Penyelenggaraan metode tutorial dapat dilakukan seperti contoh berikut ini:
a.       Misalkan sebuah kelas dalam bahan ajar Pengerjaan Kayu 2, jam pelajaran pertama digunakan dalam bentuk kegiatan klasikal untuk menjelaskan secara umum tentang teori dan prinsip.
b.      Kemudian para siswa dibagi menjadi empat kelompok untuk membahas pokok bahasan yang berbeda, selanjutnya dilakukan rotasi antar kelompok.
c.       Sementara para siswa mempelajari maupun mengerjakan tugas-tugas, guru berkeliling di antara para siswa, mendengar, menjelaskan teori, dan membimbing mereka untuk memecahkan problemanya.
d.      Dengan bantuan guru, para siswa memperoleh kebiasaan tentang bagaimana mencari informasi yang diperlukan, belajar sendiri dan berfikir sendiri.
Perhatian guru dapat diberikan lebih intensif kepada siswa yang sedang mengoperasikan alat-alat yang belum biasa digunakan.
Selain metode-metode tersebut masih banyak dikembangkan metode-metode lain yang sangat efektif dalam pembelajaran. Metode-metode ini disesuaikan dengan kondisi belajar siswa baik materi maupun kemampuan siswa.
Di antara metode-metode tersebut adalah:
1.    Metode debat
Yaitu salah satu metode pembelajaran yang sangat penting untuk meningkatkan kompetensi akademik siswa. Materi ajar dipilih dan disusun menjadi paket pro dan kontra. Siswa dibagi ke dalam beberapa kelompok dan setiap kelompok terdiri dari empat orang. Di dalam kelompoknya, siswa (dua orang mengambil posisi pro dan dua orang lainnya dalam posisi kontra) melakukan perdebatan tentang topik yang ditugaskan. Laporan masing-masing kelompok yang menyangkut kedua posisi pro dan kontra diberikan kepada guru.
Selanjutnya guru dapat mengevaluasi setiap siswa tentang penguasaan materi yang meliputi kedua posisi tersebut dan mengevaluasi seberapa efektif siswa terlibat dalam prosedur debat. Pada dasarnya, agar semua model berhasil seperti yang diharapkan pembelajaran kooperatif, setiap model harus melibatkan materi ajar yang memungkinkan siswa saling membantu dan mendukung ketika mereka belajar materi dan bekerja saling tergantung (interdependen) untuk menyelesaikan tugas. Keterampilan sosial yang dibutuhkan dalam usaha berkolaborasi harus dipandang penting dalam keberhasilan menyelesaikan tugas kelompok. Keterampilan ini dapat diajarkan kepada siswa dan peran siswa dapat ditentukan untuk memfasilitasi proses kelompok. Peran tersebut mungkin bermacam-macam menurut tugas, misalnya, peran pencatat (recorder), pembuat kesimpulan (summarizer), pengatur materi (material manager), atau fasilitator dan peran guru bisa sebagai pemonitor proses belajar.
2.    Metode Role Playing (bermain peran)
Metode Role Playing adalah suatu cara penguasaan bahan-bahan pelajaran melalui pengembangan imajinasi dan penghayatan siswa. Pengembangan imajinasi dan penghayatan dilakukan siswa dengan memerankannya sebagai tokoh hidup atau benda mati. Permainan ini pada umumnya dilakukan lebih dari satu orang, hal itu bergantung kepada apa yang diperankan. Kelebihan metode Role Playing: Melibatkan seluruh siswa dapat berpartisipasi mempunyai kesempatan untuk memajukan kemampuannya dalam bekerjasama.
a.  Siswa bebas mengambil keputusan dan berekspresi secara utuh.
b. Permainan merupakan penemuan yang mudah dan dapat digunakan dalam situasi dan waktu yang berbeda.
c.    Guru dapat mengevaluasi pemahaman tiap siswa melalui pengamatan pada waktu melakukan permainan.
d.   Permainan merupakan pengalaman belajar yang menyenangkan bagi anak.
3.    Metode Pemecahan Masalah (Problem Solving)
Metode pemecahan masalah (problem solving) adalah penggunaan metode dalam kegiatan pembelajaran dengan jalan melatih siswa menghadapi berbagai masalah baik itu masalah pribadi atau perorangan maupun masalah kelompok untuk dipecahkan sendiri atau secara bersama-sama.
Orientasi pembelajarannya adalah investigasi dan penemuan yang pada dasarnya adalah pemecahan masala
h. Adapun keunggulan metode problem solving sebagai berikut:
a.       Melatih siswa untuk mendesain suatu penemuan.
b.      Berpikir dan bertindak kreatif.
c.       Memecahkan masalah yang dihadapi secara realistis
d.      Mengidentifikasi dan melakukan penyelidikan.
e.       Menafsirkan dan mengevaluasi hasil pengamatan.
f.          Merangsang perkembangan kemajuan berfikir siswa untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi dengan tepat.
g.      Dapat membuat pendidikan sekolah lebih relevan dengan kehidupan, khususnya dunia kerja.
Kelemahan metode problem solving sebagai berikut:
a.       Beberapa pokok bahasan sangat sulit untuk menerapkan metode ini. Misal terbatasnya alat-alat laboratorium menyulitkan siswa untuk melihat dan mengamati serta akhirnya dapat menyimpulkan kejadian atau konsep tersebut.
b.      Memerlukan alokasi waktu yang lebih panjang dibandingkan dengan metode pembelajaran yang lain.
4.    Pembelajaran Berdasarkan Masalah
Problem Based Instruction (PBI) memusatkan pada masalah kehidupannya yang bermakna bagi siswa, peran guru menyajikan masalah, mengajukan pertanyaan dan memfasilitasi penyelidikan dan dialog.
Langkah-langkah:
a.       Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang dibutuhkan, memotivasi siswa terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah yang dipilih.
b.      Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut (menetapkan topik, tugas, jadwal, dan lain-lain).
c.       Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah, pengumpulan data, hipotesis, pemecahan masalah.
d.      Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan dan membantu mereka berbagi tugas dengan temannya.
e.       Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan.
Kelebihan:
1) Siswa dilibatkan pada kegiatan belajar sehingga pengetahuannya benar-benar diserapnya dengan baik.
2) Dilatih untuk dapat bekerjasama dengan siswa lain.
3)  Dapat memperoleh dari berbagai sumber.
Kekurangan:
1)  Untuk siswa yang malas tujuan dari metode tersebut tidak dapat tercapai.
2)  Membutuhkan banyak waktu dan dana.
3) Tidak semua mata pelajaran dapat diterapkan dengan metode ini
5.    Cooperative Script
Skrip kooperatif adalah metode belajar di mana siswa bekerja berpasangan dan secara lisan mengikhtisarkan bagian-bagian dari materi yang dipelajari.
Langkah-langkah:
a. Guru membagi siswa untuk berpasangan.
b. Guru membagikan wacana / materi tiap siswa untuk dibaca dan membuat ringkasan.
c.       Guru dan siswa menetapkan siapa yang pertama berperan sebagai pembicara dan siapa yang berperan sebagai pendengar.
d.      Pembicara membacakan ringkasannya selengkap mungkin, dengan memasukkan ide-ide pokok dalam ringkasannya. Sementara pendengar menyimak / mengoreksi / menunjukkan ide-ide pokok yang kurang lengkap dan membantu mengingat / menghapal ide-ide pokok dengan menghubungkan materi sebelumnya atau dengan materi lainnya.
e.       Bertukar peran, semula sebagai pembicara ditukar menjadi pendengar dan sebaliknya, serta lakukan seperti di atas.
f.                Kesimpulan guru.
g.      Penutup.
Kelebihan:
1)      Melatih pendengaran, ketelitian / kecermatan.
2)      Setiap siswa mendapat peran.
3)      Melatih mengungkapkan kesalahan orang lain dengan lisan.
Kekurangan:
1)      Hanya digunakan untuk mata pelajaran tertentu
2)      Hanya dilakukan dua orang (tidak melibatkan seluruh kelas sehingga koreksi hanya sebatas pada dua orang tersebut).
6.    Picture and Picture
Picture and Picture adalah suatu metode belajar yang menggunakan gambar dan dipasangkan / diurutkan menjadi urutan logis. Langkah-langkahnya:
a. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai.
b. Menyajikan materi sebagai pengantar.
c. Guru menunjukkan / memperlihatkan gambar-gambar yang berkaitan dengan materi.
d. Guru menunjuk / memanggil siswa secara bergantian memasang / mengurutkan gambar-gambar menjadi urutan yang logis.
e. Guru menanyakan alas an / dasar pemikiran urutan gambar tersebut.
f. Dari alasan / urutan gambar tersebut guru memulai menanamkan konsep / materi sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai.
g. Kesimpulan / rangkuman.
Kebaikan:
a.       Guru lebih mengetahui kemampuan masing-masing siswa.
b.      Melatih berpikir logis dan sistematis.
Kekurangan:
Memakan banyak waktu. banyak siswa yang pasif.
7.    Numbered Heads Together
Numbered Heads Together adalah suatu metode belajar dimana setiap siswa diberi nomor kemudian dibuat suatu kelompok kemudian secara acak guru memanggil nomor dari siswa. Langkah-langkahnya:
a. Siswa dibagi dalam kelompok, setiap siswa dalam setiap kelompok mendapat nomor.
b. Guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok mengerjakannya.
c. Kelompok mendiskusikan jawaban yang benar dan memastikan tiap anggota kelompok dapat mengerjakannya.
d. Guru memanggil salah satu nomor siswa dengan nomor yang dipanggil melaporkan hasil kerjasama mereka.
e. Tanggapan dari teman yang lain, kemudian guru menunjuk nomor yang lain.
f. Kesimpulan.
Kelebihan:
a.       Setiap siswa menjadi siap semua.
b.      Dapat melakukan diskusi dengan sungguh-sungguh.
c.       Siswa yang pandai dapat mengajari siswa yang kurang pandai.
Kelemahan:
a.       Kemungkinan nomor yang dipanggil, dipanggil lagi oleh guru.
b.      Tidak semua anggota kelompok dipanggil oleh guru
8.    Metode Investigasi Kelompok (Group Investigation)
Metode investigasi kelompok sering dipandang sebagai metode yang paling kompleks dan paling sulit untuk dilaksanakan dalam pembelajaran kooperatif. Metode ini melibatkan siswa sejak perencanaan, baik dalam menentukan topik maupun cara untuk mempelajarinya melalui investigasi. Metode ini menuntut para siswa untuk memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi maupun dalam keterampilan proses kelompok (group process skills).
Para guru yang menggunakan metode investigasi kelompok umumnya membagi kelas menjadi beberapa kelompok yang beranggotakan 5 hingga 6 siswa dengan karakteristik yang heterogen. Pembagian kelompok dapat juga didasarkan atas kesenangan berteman atau kesamaan minat terhadap suatu topik tertentu. Para siswa memilih topik yang ingin dipelajari, mengikuti investigasi mendalam terhadap berbagai subtopik yang telah dipilih, kemudian menyiapkan dan menyajikan suatu laporan di depan kelas secara keseluruhan. Adapun deskripsi mengenai langkah-langkah metode investigasi kelompok dapat dikemukakan sebagai berikut:
a.       Seleksi topic
Parasiswa memilih berbagai subtopik dalam suatu wilayah masalah umum yang biasanya digambarkan lebih dahulu oleh guru. Para siswa selanjutnya diorganisasikan menjadi kelompok-kelompok yang berorientasi pada tugas (task oriented groups) yang beranggotakan 2 hingga 6 orang. Komposisi kelompok heterogen baik dalam jenis kelamin, etnik maupun kemampuan akademik.
b.      Merencanakan kerjasama
Parasiswa beserta guru merencanakan berbagai prosedur belajar khusus, tugas dan tujuan umum yang konsisten dengan berbagai topik dan subtopik yang telah dipilih dari langkah a) di atas.
c.       Implementasi
Para
siswa melaksanakan rencana yang telah dirumuskan pada langkah b). Pembelajaran harus melibatkan berbagai aktivitas dan keterampilan dengan variasi yang luas dan mendorong para siswa untuk menggunakan berbagai sumber baik yang terdapat di dalam maupun di luar sekolah. Guru secara terus-menerus mengikuti kemajuan tiap kelompok dan memberikan bantuan jika diperlukan.
d.      Analisis dan sintesis
Para siswa menganalisis dan mensintesis berbagai informasi yang diperoleh pada langkah c) dan merencanakan agar dapat diringkaskan dalam suatu penyajian yang menarik di depan kelas.
e.       Penyajian hasil akhir
Semua kelompok menyajikan suatu presentasi yang menarik dari berbagai topik yang telah dipelajari agar semua siswa dalam kelas saling terlibat dan mencapai suatu perspektif yang luas mengenai topik tersebut. Presentasi kelompok dikoordinir oleh guru.
f.                Evaluasi
Guru beserta siswa melakukan evaluasi mengenai kontribusi tiap kelompok terhadap pekerjaan kelas sebagai suatu keseluruhan. Evaluasi dapat mencakup tiap siswa secara individu atau kelompok, atau keduanya.
9.    Metode Jigsaw
Pada dasarnya, dalam model ini guru membagi satuan informasi yang besar menjadi komponen-komponen lebih kecil. Selanjutnya guru membagi siswa ke dalam kelompok belajar kooperatif yang terdiri dari empat orang siswa sehingga setiap anggota bertanggungjawab terhadap penguasaan setiap komponen/subtopik yang ditugaskan guru dengan sebaik-baiknya. Siswa dari masing-masing kelompok yang bertanggungjawab terhadap subtopik yang sama membentuk kelompok lagi yang terdiri dari dua atau tiga orang.
Siswa-siswa ini bekerja sama untuk menyelesaikan tugas kooperatifnya dalam: a) belajar dan menjadi ahli dalam subtopik bagiannya; b) merencanakan bagaimana mengajarkan subtopik bagiannya kepada anggota kelompoknya semula. Setelah itu siswa tersebut kembali lagi ke kelompok masing-masing sebagai “ahli” dalam subtopiknya dan mengajarkan informasi penting dalam subtopik tersebut kepada temannya. Ahli dalam subtopik lainnya juga bertindak serupa. Sehingga seluruh siswa bertanggung jawab untuk menunjukkan penguasaannya terhadap seluruh materi yang ditugaskan oleh guru. Dengan demikian, setiap siswa dalam kelompok harus menguasai topik secara keseluruhan.
10.  Metode Team Games Tournament (TGT)
Pembelajaran kooperatif model TGT adalah salah satu tipe atau model pembelajaran kooperatif yang mudah diterapkan, melibatkan aktivitas seluruh siswa tanpa harus ada perbedaan status, melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya dan mengandung unsur permainan dan reinforcement.
Aktivitas belajar dengan permainan yang dirancang dalam pembelajaran kooperatif model TGT memungkinkan siswa dapat belajar lebih rileks di
samping menumbuhkan tanggung jawab, kerjasama, persaingan sehat dan keterlibatan belajar.
Ada5 komponen utama dalam TGT yaitu:
a.       Penyajian kelas
Pada awal pembelajaran guru menyampaikan materi dalam penyajian kelas, biasanya dilakukan dengan pengajaran langsung atau dengan ceramah, diskusi yang dipimpin guru. Pada saat penyajian kelas ini siswa harus benar-benar memperhatikan dan memahami materi yang disampaikan guru, karena akan membantu siswa bekerja lebih baik pada saat kerja kelompok dan pada saat game karena skor game akan menentukan skor kelompok.
b.      Kelompok (team)
Tiap Kelompok biasanya terdiri dari 4 sampai 5 orang siswa yang anggotanya heterogen dilihat dari prestasi akademik, jenis kelamin dan ras atau etnik. Fungsi kelompok adalah untuk lebih mendalami materi bersama teman kelompoknya dan lebih khusus untuk mempersiapkan anggota kelompok agar bekerja dengan baik dan optimal pada saat game.
c.       Game
Game terdiri dari pertanyaan-pertanyaan yang dirancang untuk menguji pengetahuan yang didapat siswa dari penyajian kelas dan belajar kelompok. Kebanyakan game terdiri dari pertanyaan-pertanyaan sederhana bernomor. Siswa memilih kartu bernomor dan mencoba menjawab pertanyaan yang sesuai dengan nomor itu. Siswa yang menjawab benar pertanyaan itu akan mendapat skor. Skor ini yang nantinya dikumpulkan siswa untuk turnamen mingguan.
d.      Turnamen
Biasanya turnamen dilakukan pada akhir minggu atau pada setiap unit setelah guru melakukan presentasi kelas dan kelompok sudah mengerjakan lembar kerja. Turnamen pertama guru membagi siswa ke dalam beberapa meja turnamen. Tiga siswa tertinggi prestasinya dikelompokkan pada meja I, tiga siswa selanjutnya pada meja II dan seterusnya.
e.       Team recognize (penghargaan kelompok)
Guru kemudian mengumumkan kelompok yang menang, masing-masing team akan mendapat sertifikat atau hadiah apabila rata-rata skor memenuhi kriteria yang ditentukan. Team mendapat julukan “Super Team” jika rata-rata skor 45 atau lebih, “Great Team” apabila rata-rata mencapai 40-45 dan “Good Team” apabila rata-ratanya 30-40
11.  Model Student Teams – Achievement Divisions (STAD)
Siswa dikelompokkan secara heterogen kemudian siswa yang pandai menjelaskan anggota lain sampai mengerti. Langkah-langkahnya:
a.       Membentuk kelompok yang anggotanya 4 orang secara heterogen (campuran menurut prestasi, jenis kelamin, suku, dan lain-lain).
b.      Guru menyajikan pelajaran.
c.       Guru memberi tugas kepada kelompok untuk dikerjakan oleh anggota kelompok. Anggota yang tahu menjelaskan kepada anggota lainnya sampai semua anggota dalam kelompok itu mengerti.
d.      Guru memberi kuis / pertanyaan kepada seluruh siswa. Pada saat menjawab kuis tidak boleh saling membantu.
e.       Memberi evaluasi.
f.       Penutup.
Kelebihan:
a. Seluruh siswa menjadi lebih siap.
c.  Melatih kerjasama dengan baik.
Kekurangan:
a. Anggota kelompok semua mengalami kesulitan.
b.      Membedakan siswa.
12.  Model Examples Non Examples
Examples Non Examples adalah metode belajar yang menggunakan contoh-contoh. Contoh-contoh dapat dari kasus / gambar yang relevan dengan KD.
Langkah-langkah:
a. Guru mempersiapkan gambar-gambar sesuai dengan tujuan pembelajaran.
b. Guru menempelkan gambar di papan atau ditayangkan lewat OHP.
c. Guru memberi petunjuk dan memberi kesempatan kepada siswa untuk memperhatikan / menganalisa gambar.
d. Melalui diskusi kelompok 2-3 orang siswa, hasil diskusi dari analisa gambar tersebut dicatat pada kertas.
e. Tiap kelompok diberi kesempatan membacakan hasil diskusinya.
f. Mulai dari komentar / hasil diskusi siswa, guru mulai menjelaskan materi sesuai tujuan yang ingin dicapai.
g. Kesimpulan.
Kebaikan:
a. Siswa lebih kritis dalam menganalisa gambar.
b. Siswa mengetahui aplikasi dari materi berupa contoh gambar.
c. Siswa diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapatnya.
Kekurangan:
a. Tidak semua materi dapat disajikan dalam bentuk gambar.
b. Memakan waktu yang lama.
13.Model Lesson Study
Lesson Study adalah suatu metode yang dikembangkan di Jepang yang dalam bahasa Jepangnya disebut Jugyokenkyuu. Istilah lesson study sendiri diciptakan oleh Makoto Yoshida. Lesson Study merupakan suatu proses dalam mengembangkan profesionalitas guru-guru di Jepang dengan jalan menyelidiki/ menguji praktik mengajar mereka agar menjadi lebih efektif.
Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut:
a. Sejumlah guru bekerjasama dalam suatu kelompok. Kerjasama ini meliputi:
1) Perencanaan.
2) Praktek mengajar
3). Observasi
4) Refleksi / kritikan terhadap pembelajaran.
b. Salah satu guru dalam kelompok tersebut melakukan tahap perencanaan yaitu membuat rencana pembelajaran yang matang dilengkapi dengan dasar-dasar teori yang menunjang.
c. Guru yang telah membuat rencana pembelajaran pada (b) kemudian mengajar di kelas sesungguhnya. Berarti tahap praktek mengajar terlaksana.
d. Guru-guru lain dalam kelompok tersebut mengamati proses pembelajaran sambil mencocokkan rencana pembelajaran yang telah dibuat. Berarti tahap observasi terlalui.
e. Semua guru dalam kelompok termasuk guru yang telah mengajar kemudian bersama-sama mendiskusikan pengamatan mereka terhadap pembelajaran yang telah berlangsung. Tahap ini merupakan tahap refleksi. Dalam tahap ini juga didiskusikan langkah-langkah perbaikan untuk pembelajaran berikutnya.
f. Hasil pada (e) selanjutnya diimplementasikan pada kelas / pembelajaran berikutnya dan seterusnya kembali ke (2).
Adapun kelebihan metode lesson study sebagai berikut:
a.    Dapat diterapkan di setiap bidang mulai seni, bahasa, sampai matematika dan olahraga dan pada setiap tingkatan kelas.
b.    Dapat dilaksanakan antar/ lintas sekolah.