Minggu, 17 Maret 2013

TAFSIR AL-FATIHAH



1.    Pendahuluan
Surat al-Fatihah termasuk surat Makkiyah (surat yang turun sebelum Rasulullah Hijrah). Terdiri dari tujuh ayat, dengan basmalah sebagai ayat pertama. Ia termasuk bacaan yang wajib dibaca ketika shalat (baca: rukun shalat) sebagaimana sabda Rasul (yang artinya) “Tidak ada shalat bagi orang yang tidak membaca Fatihatul Kitab (al-Fatihah).” (HR. Bukhari dan Muslim dari Ubadah bin Shamit RA). Dalam sabda yang lain Rasul mengatakan (yang artinya), “Barangsiapa shalat tidak membaca Ummul Qur’an (surat al-Fatihah) maka shalatnya pincang (khidaaj).” (HR. Muslim). Berdasarkan dua hadits di atas para imam seperti imam Malik, Syafi’i, Ahmad bin Hanbal dan para sahabatnya, serta mayoritas ulama berpendapat bahwa hukum membaca al-Fatihah di dalam shalat adalah wajib, tidak sah shalat tanpanya. Dengan demikian surat al-Fatihah merupakan surat yang dibaca berulang-ulang dalam sehari-hari. Karena itulah ia disebut al-sab’u al-matsâni (tujuh ayat yang dibaca berulang-ulang).
Surat al-Fatihah juga disebut ummu al-kitab (induk al-Qur'an), karena al-Fatihah mengandung seluruh isi al-Qur'an (yaitu: tauhid, janji dan ancaman, ibadah, petunjuk jalan yang lurus, kisah umat terdahulu). Nama al-Fatihah sendiri, yang artinya pembuka, terambil dari keberadaannya sebagai surat pembuka al-Qur`an (surat yang pertama kali)

2.    Ayat dan Terjemahnya
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ (۱) الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ (۲) الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ (۳) مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ (۴) إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ (۵) اِهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ (٦) صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ (۷)
1.  Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
2.  Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam
3.  Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
4.  Yang menguasai di hari Pembalasan
5.  Hanya Engkaulah yang kami sembah, dan Hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan.
6.  Tunjukilah kami jalan yang lurus,
7. (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.
3.    Mufradat
Yang Menguasai
مَالِكِ
hari pembalasan
يَوْمِ الدِّينِ
orang-orang yang Engkau berikan nikmat atas mereka.”
الَّذِينَ أَنعَمتَ عَلَيهِمْ
orang-orang yang dimurkai
المَغضُوبِ عَلَيهِمْ 
orang-orang yang tersesat.”
الضَّالِّينَ

4.    Penafsiran
أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ
Artinya: “Aku berlindung kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk.”
Maknanya: “Aku berlindung kepada Allah dari kejelekan godaan setan agar dia tidak menimpakan bahaya kepadaku dalam urusan agama maupun duniaku.” Setan selalu menempatkan dirinya sebagai musuh bagi kalian. Oleh sebab itu, maka jadikanlah diri kalian sebagai musuh baginya. Setan bersumpah di hadapan Allah untuk menyesatkan umat manusia. Allah menceritakan sumpah setan ini di dalam Al Quran,
قَالَ فَبِعِزَّتِكَ لَأُغْوِيَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ إِلَّا عِبَادَكَ مِنْهُمُ الْمُخْلَصِيْنَ
Artinya: “Demi kemuliaan-Mu sungguh aku akan menyesatkan mereka semua, kecuali hamba-hamba-Mu yang terpilih (yang diberi anugerah keikhlasan).” (QS. Shaad: 82-83)
Dengan demikian tidak ada yang bisa selamat dari jerat-jerat setan kecuali orang-orang yang ikhlas. Isti’adzah/ta’awwudz (meminta perlindungan) adalah ibadah. Oleh sebab itu ia tidak boleh ditujukan kepada selain Allah. Karena menujukan ibadah kepada selain Allah adalah kesyirikan.
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ
Artinya: “Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.”

Maknanya: “Aku memulai bacaanku ini seraya meminta barakah dengan menyebut seluruh nama Allah.” Meminta barakah kepada Allah artinya meminta tambahan dan peningkatan amal kebaikan dan pahalanya. Barakah adalah milik Allah. Allah memberikannya kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya. Jadi barakah bukanlah milik manusia, yang bisa mereka berikan kepada siapa saja yang mereka kehendaki (Syarhu Ma’aani Suratil Fatihah, Syaikh Shalih bin Abdul ‘Aziz Alus Syaikh hafizhahullah).
Al-Rahmân dan Al-Rahîm adalah dua nama Allah di antara sekian banyak Asma’ul Husna yang dimiliki-Nya. Al-Rahman maknanya adalah Allah memiliki kasih sayang baik di dunia maupun di akherat. Dalam bahasa Indonesia diartikan dengan Maha Pengasih. Kedua makna tersebut memiliki konotasi  yang sama. Di dunia ini semua makhluk bisa merasakan kasih sayang Allah, semua diberinya rizki dan nikmat, bukan hanya yang beriman, tapi yang kafir juga begitu juga dengan binatang.  
Al-Rahim maknanya Allah memiliki kasih sayang yang hanya diberikan di akherat. Dalam bahasa Indonesia biasa diartikan: Maha Penyayang. Karena hanya diberikan di akherat maka yang berhak mendapatkannya hanya hamba-hamba yang bertakwa dan mengikuti ajaran para Nabi dan Rasul. Rahmat inilah yang akan mengantarkan mereka menuju kebahagiaan abadi. Adapun orang yang tidak bertakwa dan tidak mengikuti ajaran Nabi maka dia akan terhalangi mendapatkan rahmat yang sempurna ini
الْحَمْدُ للّهِ رَبِّ الْعَالَمِين
Artinya: “Segala puji bagi Allah Rabb seru sekalian alam.”
Makna Alhamdu adalah pujian kepada Allah karena sifat-sifat kesempurnaan-Nya. Dan juga karena perbuatan-perbuatan-Nya yang tidak pernah lepas dari sifat memberikan karunia atau menegakkan keadilan. Perbuatan Allah senantiasa mengandung hikmah yang sempurna. Pujian yang diberikan oleh seorang hamba akan semakin bertambah sempurna apabila diiringi dengan rasa cinta dan ketundukkan dalam dirinya kepada Allah. Karena pujian semata yang tidak disertai dengan rasa cinta dan ketundukkan bukanlah pujian yang sempurna.
Makna dari kata Rabb adalah Murabbi (yang mentarbiyah; pembimbing dan pemelihara). Allahlah Zat yang memelihara seluruh alam dengan berbagai macam bentuk tarbiyah. Allahlah yang menciptakan mereka, memberikan rizki kepada mereka, memberikan nikmat kepada mereka, baik nikmat lahir maupun batin. Inilah bentuk tarbiyah umum yang meliputi seluruh makhluk, yang baik maupun yang jahat. Adapun tarbiyah yang khusus hanya diberikan Allah kepada para Nabi dan pengikut-pengikut mereka. Tarbiyah yang khusus yaitu dengan membimbing keimanan mereka dan menyempurnakannya. Selain itu, Allah juga menolong mereka dengan menyingkirkan segala macam penghalang dan rintangan yang akan menjauhkan mereka dari kebaikan dan kebahagiaan mereka yang abadi. Allah memberikan kepada mereka berbagai kemudahan dan menjaga mereka dari hal-hal yang dibenci oleh syariat.
Dari sini kita mengetahui betapa besar kebutuhan alam semesta ini kepada Rabbul ‘alamiin karena hanya Dialah yang menguasai itu semua. Allah satu-satunya pengatur, pemberi hidayah dan Allah lah Yang Maha kaya. Oleh sebab itu semua makhluk yang ada di langit dan di bumi ini meminta kepada-Nya. baik dengan ucapan lisannya maupun dengan ekspresi dirinya. Kepada-Nya lah mereka mengadu dan meminta tolong di saat-saat genting yang mereka alami (lihat Taisir Lathiifil Mannaan, hal. 20).
الرَّحْمـنِ الرَّحِيمِ
Artinya: “Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.”
مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ
Artinya: “Yang Menguasai pada hari pembalasan.”
مَالِكِ adalah zat yang memiliki kekuasaan (penguasa). Penguasa itu berhak untuk memerintah dan melarang orang-orang yang berada di bawah kekuasaannya. Dia juga yang berhak untuk mengganjar pahala dan menjatuhkan hukuman kepada mereka. Dialah yang berkuasa untuk mengatur segala sesuatu yang berada di bawah kekuasaannya menurut kehendaknya sendiri. Bagian awal ayat ini bisa dibaca مَالِكِ (penguasa atau pemilik) atau مَلِكِ (raja)
يَوْمِ الدِّينِ adalah hari kiamat. Disebut sebagai hari pembalasan karena pada saat itu seluruh umat manusia akan menerima balasan amal baik maupun buruk yang mereka kerjakan sewaktu di dunia. Pada hari itulah tampak dengan sangat jelas bagi manusia kemahakuasaan Allah terhadap seluruh makhluk-Nya. Pada saat itu akan tampak sekali kesempurnaan dari sifat adil dan hikmah yang dimiliki Allah. Pada saat itu seluruh raja dan penguasa yang dahulunya berkuasa di alam dunia sudah turun dari jabatannya. Hanya tinggal Allah sajalah yang berkuasa. Pada saat itu semuanya setara, baik rakyat maupun rajanya, budak maupun orang merdeka. Mereka semua tunduk di bawah kemuliaan dan kebesaran-Nya. Mereka semua menantikan pembalasan yang akan diberikan oleh-Nya. Mereka sangat mengharapkan pahala kebaikan dari-Nya. Dan mereka sungguh sangat khawatir terhadap siksa dan hukuman yang akan dijatuhkan oleh-Nya. Oleh karena itu di dalam ayat ini hari pembalasan itu disebutkan secara khusus. Allah adalah penguasa hari pembalasan. Meskipun sebenarnya Allah jugalah penguasa atas seluruh hari yang ada. Allah tidak hanya berkuasa atas hari kiamat atau hari pembalasan saja (lihat Taisir Karimir Rahman, hal. 39).
إِيَّاكَ نَعْبُدُ وإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ
Artinya: “Hanya kepada-Mu lah Kami beribadah dan hanya kepada-Mu lah Kami meminta pertolongan.”
Maknanya: “Kami hanya menujukan ibadah dan isti’anah (permintaan tolong) kepada-Mu.” Di dalam ayat ini objek kalimat yaitu إِيَّاكَ diletakkan di depan. Padahal susunan biasanya adalahنَعْبُدُكَ  yang artinya Kami menyembah-Mu. Dengan mendahulukan objek kalimat yang seharusnya di belakang menunjukkan adanya pembatasan dan pengkhususan. Artinya ibadah hanya boleh ditujukan kepada Allah. Tidak boleh menujukan ibadah kepada selain-Nya. Sehingga makna dari ayat ini adalah, ‘Kami menyembah-Mu dan kami tidak menyembah selain-Mu. Kami meminta tolong kepada-Mu dan kami tidak meminta tolong kepada selain-Mu.
Ibadah adalah segala sesuatu yang dicintai dan diridhai oleh Allah. Ibadah bisa berupa perkataan maupun perbuatan. Ibadah itu ada yang tampak dan ada juga yang tersembunyi. Kecintaan dan ridha Allah terhadap sesuatu bisa dilihat dari perintah dan larangan-Nya. Apabila Allah memerintahkan sesuatu maka sesuatu itu dicintai dan diridai-Nya. Dan sebaliknya, apabila Allah melarang sesuatu maka itu berarti Allah tidak cinta dan tidak ridha kepadanya. Dengan demikian ibadah itu luas cakupannya. Di antara bentuk ibadah adalah do’a, berkurban, bersedekah, meminta pertolongan atau perlindungan. Dari pengertian ini maka isti’anah atau meminta pertolongan juga termasuk cakupan dari istilah ibadah. Lalu apakah alasan atau hikmah di balik penyebutan kata isti’anah sesudah disebutkannya kata ibadah di dalam ayat ini?
Syaikh Abdurrahman bin Nashir al-Sa’di rahimahulah berkata, “Didahulukan-nya ibadah sebelum isti’anah ini termasuk metode penyebutan sesuatu yang lebih umum sebelum sesuatu yang lebih khusus. Dan juga dalam rangka lebih mengutamakan hak Allah ta’ala di atas hak hamba-Nya….”
Dengan dua perkara inilah sesuatu bisa dinamakan ibadah. Sedangkan penyebutan kata isti’anah setelah kata ibadah padahal isti’anah itu juga bagian dari ibadah maka sebabnya adalah karena hamba begitu membutuhkan pertolongan dari Allah ta’ala di dalam melaksanakan seluruh ibadahnya. Seandainya dia tidak mendapatkan pertolongan dari Allah maka keinginannya untuk melakukan perintah-Nya dan menjauhi larang-Nya tentu tidak akan bisa tercapai.” (Taisir Karimir Rahman, hal. 39).
اِهْدِنَــــا الصِّرَاطَ المُستَقِيمَ
Artinya: “Tunjukilah kami jalan yang lurus.”
Maknanya: “Tunjukilah, bimbinglah dan berikanlah taufik kepada kami untuk meniti jalan yang lurus.” Jalan lurus itu adalah jalan yang terang dan jelas serta mengantarkan orang yang berjalan di atasnya untuk sampai kepada Allah dan berhasil menggapai surga-Nya. Hakikat jalan lurus (shirathal mustaqiim) adalah memahami kebenaran dan mengamalkannya. Oleh karena itu ya Allah, tunjukilah kami menuju jalan tersebut dan ketika kami berjalan di atasnya. Yang dimaksud dengan hidayah menuju jalan lurus yaitu hidayah supaya bisa memeluk erat-erat agama Islam dan meninggalkan seluruh agama yang lainnya. Adapun hidayah di atas jalan lurus ialah hidayah untuk bisa memahami dan mengamalkan rincian-rincian ajaran Islam. Dengan begitu do’a ini merupakan salah satu do’a yang paling lengkap dan merangkum berbagai macam kebaikan dan manfaat bagi diri seorang hamba. Oleh sebab itulah setiap insan wajib memanjatkan do’a ini di dalam setiap rakaat shalat yang dilakukannya. Tidak lain dan tidak bukan karena memang hamba begitu membutuhkan do’a ini (lihat Taisir Karimir Rahman, hal. 39).
صِرَاطَ الَّذِينَ أَنعَمتَ عَلَيهِمْ
Artinya: “Yaitu jalannya orang-orang yang Engkau berikan nikmat atas mereka.”
Siapakah orang-orang yang diberi nikmat oleh Allah? Di dalam ayat yang lain disebutkan bahwa mereka ini adalah para Nabi, orang-orang yang shiddiq/jujur dan benar, para pejuang Islam yang mati syahid dan orang-orang salih. Termasuk di dalam cakupan ungkapan ‘orang yang diberi nikmat’ ialah setiap orang yang diberi anugerah keimanan kepada Allah ta’ala, mengenal-Nya dengan baik, mengetahui apa saja yang dicintai-Nya, mengerti apa saja yang dimurkai-Nya, selain itu dia juga mendapatkan taufik untuk melakukan hal-hal yang dicintai tersebut dan meninggalkan hal-hal yang membuat Allah murka. Jalan inilah yang akan mengantarkan hamba menggapai keridhaan Allah. Inilah jalan Islam. Islam yang ditegakkan di atas landasan iman, ilmu, amal dan disertai dengan menjauhi perbuatan-perbuatan syirik dan kemaksiatan. Sehingga dengan ayat ini kita kembali tersadar bahwa Islam yang kita peluk selama ini merupakan anugerah nikmat dari Allah. Dan untuk bisa menjalani Islam dengan baik maka kita pun sangat membutuhkan sosok teladan yang bisa dijadikan panutan
غَيرِ المَغضُوبِ عَلَيهِمْ وَلاَ الضَّالِّينَ
Artinya: “Bukan jalannya orang-orang yang dimurkai dan bukan pula jalan orang-orang yang tersesat.”
Orang yang dimurkai adalah orang yang sudah mengetahui kebenaran akan tetapi tidak mau mengamalkannya. Contohnya adalah kaum Yahudi dan semacamnya. Sedangkan orang yang tersesat adalah orang yang tidak mengamalkan kebenaran gara-gara kebodohan dan kesesatan mereka. Contohnya adalah orang-orang Nasrani dan semacamnya. Sehingga di dalam ayat ini tersimpan motivasi dan dorongan kepada kita supaya menempuh jalan kaum yang shalih. Ayat ini juga memperingatkan kepada kita untuk menjauhi jalan yang ditempuh oleh orang-orang yang sesat dan menyimpang
5.    Kandungan Surat
a.       Hanya Allahlah yang pantas dipuji, karena dari-Nyalah semua kebaikan berasal.
b.  Allah Maha Pengasih dan Maha Penyayang serta mengetahui bagaimana cara mengasihi dan menyayangi makhluk-Nya.
c.       Dia akan membalas semua amal hamba-Nya.
d.      Kewajiban hendaknya lebih didahulukan daripada hak.
e.       Dialah yang memiliki petunjuk dan hanya kepada-Nyalah hendaknya kita berharap.
f.       Jalan yang lurus adalah jalan yang diridhai-Nya dan dapat mengantarkan hamba kepada-Nya, yakni jalannya para Nabi dan orang-orang shalih (agama Islam).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar