Rabu, 28 Desember 2011

MAKANAN DAN MINUMAN DALAM PANDANGAN AGAMA


A.    Konsep Makanan dalam Agama
ãNà6s%yu$£JÏB(#qè=ä3sù ª!$# Wx»n=ym $Y7ÍhsÛ (#rãà6ô©$#ur |MyJ÷èÏR «!$# bÎ) óOçFZä. çn$­ƒÎ) tbrßç7÷ès? 
Artinya: Maka makanlah yang halal lagi baik dari rezki yang Telah diberikan Allah kepadamu; dan syukurilah nikmat Allah, jika kamu Hanya kepada-Nya saja menyembah.
1)      Makanan yang diharamkan dalam Agama
a.        
ôMtBÌhãm ãNä3øn=tæ èptGøŠyJø9$# ãP¤$!$#ur ãNøtm:ur ͍ƒÌYσø:$# !$tBur ¨@Ïdé& ÎŽötóÏ9 «!$# ¾ÏmÎ/ èps)ÏZy÷ZßJø9$#ur äosŒqè%öqyJø9$#ur èptƒÏjŠuŽtIßJø9$#ur èpysÏܨZ9$#ur !$tBur Ÿ@x.r& ßìç7¡¡9$# žwÎ) $tB ÷LäêøŠ©.sŒ $tBur yxÎ/èŒ n?tã É=ÝÁZ9$# br&ur (#qßJÅ¡ø)tFó¡s? ÉO»s9øF{$$Î/ 4 öNä3Ï9ºsŒ î,ó¡Ïù
Artinya: Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah[394], daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya[395], dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah[396], (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan.
[394]  ialah: darah yang keluar dari tubuh, sebagaimana tersebut dalam surat Al An-aam ayat 145.
[395]  maksudnya ialah: binatang yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk dan yang diterkam binatang buas adalah halal kalau sempat disembelih sebelum mati.
b.      Daging keledai jinak
Dasarnya sabda Nabi SAW. Salamah bin Akwa radiallahuanhu, ketika menceritakan tentang daging yang mereka masak saat perang Khaibar. Rasulullah SAW bertanya: Daging apakah itu?Mereka menjawab: daging keledai piaraan. Maka Rasulullah SAW. Bersabda: Tumpahkanlah masakan itu dan pecahkanlah periuknya! Seorang lelaki bertanya: Wahai Rasulullah, atau cukup kami tumpahkan isinya lalu kami cuci periuknya? Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. menjawab: Atau begitu juga boleh” (HR Muslim 3592).
Hadits Abu Tsa’labah, Rasulullah SAW. mengharamkan daging keledai piaraan” (HR Muslim 3582).
Dalam hadits lainnya, dari Jabir RA berkata: Rasulullah SAW mengharamkan -yakni saat perang Khaibar- daging keledai jinak dan daging bighol. (HR. Ahmad dan At-Tirmidzy)
*) Bighol : hewan hasil peranakan antara kuda dan keledai.
Faidah :
Daging keledai liar hukumnya halal Karena daging keledai piaraan (jinak) telah diharamkan maka mafhum mukhafalah-nya (kebalikan) berarti daging keledai liar adalah boleh untuk dimakan. Hal ini sudah menjadi ijma' ulama. Konsumsi daging ini telah diriwayatkan dari Nabi dan para sahabat beliau.
Disebutkan dalam hadits Qatadah, bahwa dia bersama orang-orang yang ihram -sedangkan ia dalan keadaan halal (tidak ihram)- kemudian nampaklah oleh mereka keledai-keledai liar. Abu Qatadah langsung menangkap salah satu dari keledai tersebut dan menyembelihnya, lalu membawanya kepada mereka. Merekapun memakan sebagian daging tersebut dan berkata: Bolehkan kita memakan daging buruan padahal kita sedang ihram ? ”mereka pun membawa daging yang tersisa ke pada Rasulullah SAW, dan Rasulullah bersabda, Makanlah yang tersisa dari dagingnya.” (HR Bukhari dan Muslim ).
Dalam riwayat lain disebutkan bahwasannya Nabi SAW berkata kepada mereka, Apakah kalian membawa sebagian daging keledai tersebut ?” Mereka menjawab, Kami membawa kakinya (pahanya).” Ibnu Qatadah berkata, Kemudian Rasulullah pun memakannya.
c.       Segala jenis binatang buas yang bertaring
Setiap hewan yang memiliki taring untuk membunuh mangsanya baik hewan itu liar (singa, macan, srigala dll) maupun hewan tersebut jinak (kucing, anjing dll) maka menurut jumhur Ulama hal tersebut tidak boleh/diharamkan, berdasarkan dalil-dalil berikut ini :
Hadits Abu Hurairah RA, bahwasannya Nabi SAW bersabda: "Segala jenis binatang buas yang bertaring haram dimakan.” (HR Muslim).
Hadits Ibnu Abbas RA, dia berkata, Rasulullah SAW melarang setiap binatang buas yang bertaring dan setiap burung yang bercakar tajam.” (HR Muslim, Abu Dawud dan An-Nasa’i).
Diriwayatkan dari Ibnu Az-Zubair, dia berkata, Saya pernah bertanya kepada Jabir RA mengenai harga anjing dan kucing, lalu dia menjawab, Nabi SAW mengecam (melarang) hal itu.” (HR Shahih Muslim).
Diriwayatkan pula oleh Ibnu Abbas RA, bahwasannya Nabi SAW pernah bersabda: Sesungguhnya jika Allah mengharamkan pada suatu kaum untuk memakan sesuatu, maka Dia mengharamkan juga harga (jual-belinya) pada mereka.” (HR Abu Dawud).
Dan hewan jenis ini, termasuk di dalamnya burung jenis predator seperti elang, gagak, rajawali dan sejenisnya yang memangsa/melukai buruannya dengan cakarnya yang tajam. Wallahu A’lam.
Faidah :
Kelinci adalah halal menurut jumhur ulama. Dasarnya hadits Anas RA, dia berkata: Kami mengejar seekor kelinci. Orang-orang berhasil mengepungnya dan menangkapnya. Kemudian aku mengambilnya dan membawanya kepada Abu Thalhah. Ia lantas menyembelihnya dan mengirimkan pahanya kepada Rasulullah lalu beliau menerimanya.” (HR Bukhari dan Muslim).
d.      Kelompok binatang yang diperintahkan untuk dibunuh dan dilarang dibunuh
Hewan yang diperintahkan untuk dibunuh, yakni :
a. Tikus
b. Kalajengking
c. Burung gagak dan sejenisnya/burung layang-layang
d. Anjing predator
e. Tokek/Cicak
f. Ular.
Berdasarkan hadits-hadits berikut ini :
Diriwayatkan dari Aisyah RA dari Nabi SAW, beliau bersabda: Ada lima binatang yang boleh dibunuh di tanah haram: Tikus, Kalajengking, Burung layang-layang / sejenis gagak dan anjing predator.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Dalam riwayat lainnya, Nabi SAW bersabda: Ada lima hewan membahayakan yang boleh dibunuh di tempat halal dan haram, yaitu ular, burung gagak yang berwarna belang-belang, tikus, anjing yang suka menggigit, dan burung hudaya (sejenis rajawali).” (HR. Muslim).
Dari Sa’ad bin Abi Waqqash dia berkata: Sesungguhnya Nabi SAW memerintahkan untuk membunuh cicak, dan beliau menyebutnya sebagai fuwaisiq (fasik kecil).” (HR. Muslim no. 2238).
Dalam riwayat lainnya Nabi SAW bersabda: Barangsiapa yang membunuh cicak pada pukulan pertama maka dituliskan untuknya seratus kebaikan, jika dia membunuhnya pada pukulan kedua maka dia mendapatkan pahala kurang dari itu, dan pada pukulan ketiga maka dia mendapatkan pahala kurang dari itu (HR. Muslim no. 2240).
Diriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud RA, dia berkata: Kami tengah bersama Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam di sebuah gua, dan saat itu turun pada beliau ayat ‘Demi Malaikat-malaikat yang diutus untuk membawa kebaikan‘ (QS Al-Mursalaat:1). Ketika kami mengambil air dari mulut goa, tiba-tiba muncul seekor ular di hadapan kami. Beliaupun bersabda, ‘Bunuhlah ular itu‘ Kami pun berebut membunuhnya, dan aku berhasil mendahului. Rasulullah SAW bersabda, ‘Semoga Allah melindungi dari kejahatan kalian sebagaimana Dia melindungi kalian dari kejahatannya.” (HR Bukhari dan Muslim).
Binatang-binatang ini diperintahkan untuk dibunuh karena termasuk binatang yang menjijikkan dan tidak diterima oleh tabiat yang sehat.
Sedangkan hewan yang dilarang dibunuh menurut syariat, yakni :
1)      Semut
2)      Lebah
3)      Burung Hud-hud
4)      Burung Shurad
5)      Katak
Hewan-hewan dilarang dibunuh berdasarkan hadits-hadits berikut:
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas RA, dia berkata, Rasulullah melarang kami membunuh empat macam binatang: Semut, lebah, burung hudhud dan burung shurad (HR. An-Nasa’i dan Ahmad).
Diriwayatkan dari Abdurrahman bin Utsman RA, dia berkata: Seorang tabib menyebut resep obat di hadapan Nabi SAW dan menyebut katak sebagai salah satu resepnya. Rasulullah SAW pun melarang membunuh katak.”
Dari haramnya memakan binatang yang dilarang untuk dibunuh dapat disimpulkan mengenai larangan menyembelihnya, sehingga hewan-hewan ini tidak halal disembelih. Sebab seandainya ia halal dimakan, tentu tidak dilarang untuk dibunuh.
Banyak di antara ulama yang menyebutkan sebuah kaidah :
Semua hewan yang boleh dibunuh maka dia haram untuk dimakan, dan hal itu menunjukkan pengharaman, karena perintah untuk membunuhnya hewan ternak yang boleh dimakan tapi bukan bertujuan untuk dimakan-, menunjukkan kalau dia adalah haram. Kemudian, yang nampak dan yang langsung dipahami bahwa semua hewan yang Rasulullah izinkan untuk membunuhnya tanpa melalui jalur penyembelihan yang syar’iyah adalah hewan yang haram untuk dibunuh. Karena seandainya dia bisa dimanfaatkan dengan dimakan maka beliau pasti tidak akan mengizinkan untuk membunuhnya, sebagaimana yang jelas terlihat. Lihat Bidayah Al-Mujtahid (1/344) dan Tafsir Asy-Syinqithi (1/273).

e.       Jallalah
Jallalah adalah hewan pemakan barang-barang najis atau sebagian besar makanannya adalah barang-barang najis .seperti unta, sapi, kambing dan lain-lain, jika diberi makan barang-barang najis. Dari definisi ini jelaslah bahwa seluruh binatang yang diberi makanan kotoran masuk dalam kategori Jallalah baik itu sapi, kambing, unta atau jenis unggas seperti burung, ikan lele, ayam, bebek, atau yang lainnya yang banyak dijumpai di negeri kita ini.
Para ulama berselisih tentang hukum mengkonsumsi hewan jallalah. Namun yang rajih (kuat) -insya Allah- adalah pengharaman memakan daging dan susu hewan jallalah.
Berdasarkan hadits Ibnu Umar RA, beliau berkata: Rasulullah SAW telah melarang memakan daging hewan jallalah dan susunya.” (HR Abu Daud, Ibnu Majah dan Al Tirmidzi dan dinilai hasan olehnya).
Para ulama menyatakan bahwa hewan jallalah ini dapat berubah kembali kepada asalnya dan boleh dimakan kembali daging dan susunya setelah dikurung (karantina) dan diberi makan makanan yang halal dan baik. Namun mereka bersilang pendapat tentang ukuran waktu mengurungnya tersebut, ada yang menyatakan tiga hari dan ada yang lebih. Namun yang rajih insya Allah adalah tidak ada ukuran pasti tentang hal itu, sehingga kapan diperkirakan dengan perhitungan yang benar hilangnya pengaruh najis kotoran tersebut dari daging dan susu hewan tersebut. Sebab tidak ada satu pun dalil pasti tentang hal ini dan yang terpenting adalah hilangnya pengaruh kotoran yang dikonsumsi tersebut dari daging atau susu hewan tersebut. Sebagaimana dirojihkan Syeikh DR. Sholeh Al Fauzan dalam kitab Al Ath’imah dan ini merupakan salah satu pendapat mazhab As Syafi’iyah.

2)      Etika Makan dan Minum
a.    Etika Sebelum Makan
1)      Makanan dan minumannya halal, bersih dari kotoran-kotoran haram, dan syubhat, karena Allah Ta'ala berfirman,
"Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezki yang baik-baik yang Kami berikan kepada kalian." (Al-Baqarah:172).
Yang dimaksud rizki yang baik ialah halal yang tidak ada kotoran di dalamnya.
2)      Meniatkan makanan dan minumannya untuk menguatkan ibadahnya kepada Allah Ta‘ala, agar ia diberi pahala karena apa yang ia makan dan ia minum. Sesuatu yang mubah jika diniatkan dengan baik, maka berubah statusnya menjadi ketaatan dan seorang muslim diberi pahala karenanya.
3)      Mencuci kedua tangannya sebelum makan jika keduanya kotor, atau ia tidak dapat memastikan kebersihan keduanya.
4)      Meletakkan makanannya menyatu di atas tanah, dan tidak di atas meja makan, karena cara tersebut lebih dekat kepada sikap tawadlu', dan karena ucapan Anas bin Malik ra, "Rasulullah saw. pernah makan di atas meja makan atau di piring." (Diriwayatkan Al-Bukhari).
5)      Duduk dengan tawadlu dengan duduk berlutut, atau duduk di atas kedua tumitnya, atau menegakkan kaki kanannya dan ia duduk di atas kaki kirinya, seperti duduknya Rasulullah saw., karena Rasulullah saw. bersabda.
"Aku tidak makan dalam keadaan bersandar, karena aku seorang budak yang makan seperti makannya budak, dan aku duduk seperti duduknya budak." (Diriwayatkan Al-Bukhari). Dengan duduk yang baik dan tidak bersandar
6)      Menerima makanan yang ada, dan tidak mencacatnya, jika ia tertarik kepadanya maka ia memakannya, dan jika ia tidak tertarik kepadanya maka ia tidak memakannya, karena Abu Hurairah ra berkata, "Rasulullah saw. tidak pernah sekali pun mencacat makanan, jika beliau tertarik kepadanya maka beliau memakannya, dan jika beliau tidak tertarik kepadanya maka beliau meninggalkannya." (Diriwayatkan Abu Daud).
7)      Makan bersama orang lain, misalnya dengan tamu, atau istri, atau anak, atau pembantu, karena Rasulullah saw. bersabda, "Berkumpullah kalian di makanan kalian niscaya kalian diberi keberkahan di dalamnya." (Diriwayatkan Abu Daud dan At-Tirmidzi yang men-shahih-kannya).
b.   Etika ketika sedang Makan
Di antara etika sedang makan ialah sebagai berikut:
1)      Memulai makan dengan mengucapkan basmalah, karena Rasulullah saw. bersabda,
"Jika salah seorang dari kalian makan, maka sebutlah nama Allah Ta'ala. Jika ia lupa tidak menyebut nama Allah, maka hendaklah ia menyebut nama Allah Ta‘ala pada awalnya dan hendaklah ia berkata, Dengan nama Allah, sejak awal hingga akhir." (Diriwayatkan Abu Daud dan At-Tirmidzi yang men-shahih-kannya). Doa
2)      Mengakhiri makan dengan memuji Allah Ta‘ala, karena Rasulullah saw. bersabda.
"Barangsiapa makan makanan, dan berkata, ‘Segala puji bagi Allah yang memberi makanan ini kepadaku, dan memberikannya kepadaku tanpa ada daya dan upaya dariku', maka dosa-dosa masa lalunya diampuni." (Muttafaq Alaih).
3)      Menggunakan tangan kanan, mengecilkan suapan, mengunyah makanan dengan baik, makan dari makanan yang dekat dengannya (pinggir) dan tidak makan dari tengah piring, karena dalil-dalil berikut
Rasulullah saw. bersabda kepada Umar bin Salamah,
"Hai anak muda, sebutlah nama Allah, makanlah dengan tangan kananmu, dan makanlah dari makanan yang dekat denganmu (pinggir)." (Muttafaq Alaih).
"Keberkahan itu turun di tengah makanan. Maka oleh karena itu, makanlah dari pinggir-pinggirnya, dan janqan makan dari tengahnya." (Muttafaq Alaih).
4)      Tidak menyisakan makanan di piring
Rasulullah saw. bersabda,
"Jika salah seorang dari kalian makan makanan, maka ia jangan membersihkan jari-jarinya sebelum ia menjilatnya." (Diriwayatkan Abu Daud dan At-Tirmidzi yang men-shahih-kannya).
Ucapan Jabir bin Abdullah ra bahwa Rasulullah saw. memerintahkan menjilat jari-jari dan piring. Beliau bersabda,
"Sesungguhnya kalian tidak mengetahui di makanan kalian yang mana keberkahan itu berada." (Diriwayatkan Muslim).
5)      Jika ada makanannya yang jatuh, ia mengambil lalu membersihkan dan memakannya, karena Rasulullah saw. bersabda,
"Jika sesuap makanan kalian jatuh, hendaklah ia mengambilnya, membuang kotoran daripadanya, kemudian memakan sesuap makanan tersebut, serta tidak membiarkannya dimakan syetan." (Diriwayatkan Muslim).
6)      Tidak meniup makanan yang masih panas, memakannya ketika telah dingin, tidak bernafas di air ketika minum, dan bernafas di luar air hingga tiga kali, karena dalil-dalil berikut:
Hadits Anas bin Malik ra berkata, "Rasulullah saw. bernafas di luar tempat minum hingga tiga kali." (Muttafaq Alaih).
Hadits Abu Said Al-Khudri ra, bahwa Rasulullah saw. melarang bernafas di minuman. (Diriwayatkan At-Tirmidzi yang men-shahih-kannya).
7)      Menghindari kenyang yang berlebih-lebihan, karena Rasulullah saw., bersabda,
"Anak Adam tidak mengisi tempat yang lebih buruk daripada perutnya. Anak Adam itu sudah cukup dengan beberapa suap yang menguatkan tulang punggungnya. Jika ia tidak mau (tidak cukup), maka dengan seperti makanan, dan dengan seperti minuman, dan sepertiga yang lain untuk dirinya." (Diriwayatkan Ahmad, Ibnu Majah, dan Al-Hakim. Hadits ini hasan).
8)      Memberikan makanan atau minuman kepada orang yang paling tua, kemudian memutarnya kepada orang-orang yang berada di sebelah kanannya dan seterusnya, dan ia menjadi orang yang terakhir kali mendapatkan jatah minuman, karena dalil-dalil berikut:
Sabda Rasulullah saw.,
"Mulai dengan orang tua. Mulailah dengan orang tua."
Maksudnya, mulailah dengan orang-orang tua.
Rasulullah saw. meminta izin kepada Ibnu Abbas untuk memberi makanan kepada orang-orang tua di sebelah kiri beliau, sebab Ibnu Abbas berada di sebelah kanan beliau, sedang orang-orang tua berada di sebelah kiri beliau. Permintaan izin Rasulullah saw. kepada Ibnu Abbas untuk memberikan makanan kepada orang-orang tua di sebelah kiri beliau itu menunjukkan bahwa orang yang paling berhak terhadap minuman ialah orang yang duduk di sebelah kanan.
Sabda Rasulullah saw.,
"Sebelah kanan, kemudian sebelah kanan." (Muttafaq Alaib).
"Pemberi minuman ialah orang yang paling akhir meminum."
9)      Tidak memulai makan, atau minum, sedang di ruang pertemuannya terdapat orang yang lebih berhak memulainya, karena usia atau karena kelebihan kedudukannya, karena hal tersebut melanggar etika, dan menyebabkan pelakunya dicap rakus. Salah seorang penyair berkata,
Jika tangan-tangan dijulurkan kepada perbekalan, Maka aku tidak buru-buru mendahului mereka, sebab orang yang paling rakus ialah orang yang paling buru-buru terhadap makanan.
10)  Tidak memaksa teman atau tamunya dengan berkata kepadanya, ‘silakan makan', namun ia harus makan dengan etis (santun) sesuai dengan kebutuhannya tanpa merasa malu-malu, atau memaksa diri malu-malu, sebab hal tersebut menyusahkan teman atau tamunya, dan termasuk riya', padahal riya' itu diharamkan.
11)  Ramah terhadap temannya ketika makan bersama dengan tidak makan lebih banyak dari porsi temannya, apalagi jika makanan tidak banyak, karena makan banyak dalam kondisi seperti itu termasuk memakan hak (jatah) orang lain.
12)  Tidak melihat teman-temannya ketika sedang makan, dan tidak melirik mereka, karena itu bisa membuat malu kepadanya. Ia harus menahan pandangannya terhadap wanita yang makan di sekitarnya, dan tidak mencuri-curi pandangan terhadap mereka, karena hal tersebut menyakiti mereka membuat mereka marah dan ia pun mendapat dosa karena perbuatannya tersebut.
13)  Tidak mengerjakan perbuatan-perbuatan yang dipandang tidak sopan oleh masyarakat setempat. Misalnya, ia tidak boleh mengibaskan tangannya di piring, tidak mendekatkan kepalanya ke piring ketika makan agar tidak ada sesuatu yang jatuh dari kepalanya ke piringnya, ketika mengambil roti dengan giginya ia tidak boleh mencelupkan sisanya di dalam piring, dan tidak boleh berkata jorok, sebab hal ini mengganggu salah satu temannya, dan mengganggu seorang Muslim itu haram hukumnya.
14)  Mengutamakan orang lain.
Etika Setelah Makan
1)      Ia berhenti makan sebelum kenyang, karena meniru Rasulullah saw. agar ia tidak jatuh dalam kebinasaan, dan kegemukan yang menghilangkan kecerdasannya.
2)      Mencucinya tangan.
3)      Membersihkan sisa-sisa makanan di gigi-giginya, dan berkumur untuk membersihkan mulutnya, karena dengan mulutnya itulah ia berdzikir kepada Allah Ta‘ala, berbicara dengan saudara-saudaranya, dan karena kebersihan mulut itu memperpanjang kesehatan gigi.
4)      Memuji Allah Ta‘ala setelab ia makan, dan minum. Ketika ia minum susu, ia berkata, "Ya Allah, berkahilah apa yang Engkau berikan kepada kami, dan tambahilah rizki-Mu (kepada kami)". Jika berbuka puasa di tempat orang, ia berkata, "Orang-orang yang mengerjakan puasa berbuka puasa di tempat kalian, orang-orang yang baik memakan makanan kalian, dan semoga para malaikat mendoakan kalian."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar