Pertama-tama harus kita katakan bahwa bangsa ini adalah bangsa yang beragama. Dan karena merupakan bagian dari bangsa ini maka kita adalah umat beragama (umat yang mengikuti agama, tertentu). Jika ditelisik dari asal katanya, agama memiliki makna teratur (a: tidak, gama: kacau). Tidak aneh jika kemudian agama dalam aplikasinya memiliki banyak aturan. Justru aneh jika agama tidak mempunyai aturan. Tentunya aturan-aturan agama tersebut diperuntukkan bagi para pemeluknya. Aturan ini meliputi segala aspek kehidupan. Baik secara langsung (tersurat) maupun tidak (tersirat). Dari yang besar sampai yang kecil. Baik dari sisi individu maupun sosial. Baik hubungan antar manusia maupun antara manusia dengan Allah. Semua aturan tersebut adalah demi kemaslahatan dan kebaikan manusia. Tak satupun perintah Allah yang tidak bermanfaat bagi manusia dan tak satupun larangan Allah yang (kalau dilakukan) tidak berdampak buruk bagi manusia.
Agama mengajarkan bagaimana berpolitik yang santun, bagaimana bisnis yang menguntungkan tetapi tidak merugikan orang lain, bagaimana anak bangsa menjadi orang yang berpendidikan, bagaimana umat ini tidak gatek tapi juga tidak mempertuhankan teknologi, bagaimana perkembangan jiwa manusia, bagaimana cara mengolah alam, bagaimana manusia bisa menjalankan tugasnya sebagai khalifah di bumi yang bertugas memakmurkan bumi, bagaimana manusia bisa saling hidup bersanding dengan nyaman dsb. Terhadap masalah khalifah, agama memberikan pedoman bahwa, untuk dapat melaksanakan tugas pemakmuran, manusia harus memiliki akal yang kreatif. Akal yang kreatif dapat diraih jika fisik dalam kondisi sehat dan jiwa kuat. Untuk itu kesehatan fisik harus dijaga, di antaranya lewat makanan. Hal ini tidak dapat dipungkitri. Al-Qur'an sendiri membicarakan masalah makanan ini sampai di 27 tempat. Di satu sisi, pembicaraan tersebut berupa perintah makan makanan yang halal. Di sisi yang lain berupa perintah makan makanan yang baik. Dan empat tempat di antaranya menggabungkan keduanya sekaligus (halalan thaiyiban: halal dan baik). Untuk menentukan halal tidaknya suatu makanan kita dapat berpedoman pada fatwa MUI misalnya. Sedangkan untuk menentukan baik tidaknya secara tepat ini harus melibatkan ahli medis --yang dalam hal ini termasuk bidan-- terutama makanan yang harus dikonsumsi oleh wanita yang sedang hamil serta balita. Perhatian terhadap makanan bagi wanita yang hamil penting dilakukan karena kondisinya akan berpengaruh terhadap bayi yang dikandungnya.
Selain terhadap makanan, penjagaan kesehatan juga harus rutin dilakukan sejak dalam kandungan. Pengetahuan tentang kondisi janin setiap bulan penting bahkan harus dilakukan guna memastikan normal tidaknya bayi. Semua adalah tugas mulia seorang bidan. Selain itu, dan sangat diharapkan, ketika wanita yang hamil tersebut melahirkan. Saat di mana seorang wanita dihadapkan pada dua pilihan, yaitu antara mati dan hidup. Sekali lagi bantuan bidan pada saat itu sangat diharapkan. Karena besarnya peran bidan dalam keberlangsungan hidup manusia, tidak berlebihan jika kemudian kita memasukkan bidan ke dalam golongan pahlawan kesehatan bangsa.
Namun demikian, ada satu hal yang tidak boleh dilupakan. Bagaimana pun juga seorang bidan hanyalah manusia yang hanya bisa berusaha. Keputusan akhir tetap ada di tangan Allah Yang Mahakuasa. Tentu saja Allah selalu punya keputusan sendiri terhadap masalah yang kita tangani, yang terkadang berbeda dengan apa yang kita harapkan dan usahakan. Hal ini penting sekali dipegang, agar jika suatu saat ketika mengalami kegagalan dalam menangani masalah, sungguhpun telah sungguh-sunguh, seorang bidan tidak putus asa. Dalam al-Qur'an hal ini disampaikan dengan ungkapan: ”dan ketika saya sakit Dialah yang menyembuhkan”
Agama juga bicara dalam hal sosial atau interksi antara sesama manusia. Agama mengajarkan, bahwa sesama manusia harus saling menghormati, menghargai dan saling menolong. Hubungan antara yang tua dengan yang muda dinyatakan, bahwa yang muda harus menghormati yang tua, dan yang tua harus menyayangi yang muda. Sementara untuk hubungan antara laki-laki dan perempuan agama memberikan batas-batas tertentu yang jika dilanggar dapat berdampak negatif. Agama (al-Qur'an) mengingatkan agar para mukmin laki-laki dan perempuan masing-masing harus selalu membatasi pandangan dan menjaga kemaluannya.
Dibatasinya pandangan ini, karena pandangan adalah awal dari terjadinya suatu interaksi yang lebih jauh. Bagi muda mudi yang bukan muhrim pandangan mata ini sering digambarkan: dari mata turun ke hati. Artinya dari pandangan ini bisa melahirkan rasa suka bahkan cinta. Dan bagi yang kurang imannya, cinta tersebut dapat membutakan mata mereka. Jika hal itu terjadi maka bukan tidak mugkin mereka akan melakukan hal-hal yang terlarang. Ada banyak dampak negatif yang harus ditanggung jika hal itu terjadi terutama bagi kaum perempuan. Karena itulah mengapa agama melarangnya. Termasuk dampak terburuk yang mungkin terjadi adalah munculnya upaya menggugurkan kandungan. Dalam merealisasikan pilihan yang dapat dikategorikan kriminal ini seringkali melibatkan bidan, sebagai orang yang dipandang memiliki keahlian.
Di sinilah ujian terbesar bagi profesi seorang bidan. Imbalan besar seringkali mengganjal dia untuk dapat menolak dengan lantang. Jika ia menerima maka ia akan mendapatkan imbalan yang cukup memuskan. Tetapi di saat yang sama dia telah melakukan suatu kejahatan, lebih-lebih jika janin dalam kandungan sudah berbentuk manusia. Dia dapat dikatakan sebagai melakukan pembunuhan. Suatu tindakan yang sangat dikutuk oleh Allah. Sekaligus melanggar UU negara, yang dapat membuatnya masuk penjara.
disampaikan dalam acara buka bersama di AKBID BAKTI UTAMA Pati, tgl 3 Sept. 2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar