Selasa, 29 November 2011

RAGAM HADIS



Dilihat dari sumbernya, hadis dibagi menjadi 4 macam:
Hadis qudsi: hadis yang disandarkan Nabi pada Allah swt. Jadi sumber hadis (makna hadis) tersebut bukan Nabi tapi Allah, yang disampaikan-Nya melalui mimpi atau ilham (bukan melalui Jibril). Akan tetapi redaksinya Beliau sendiri yang menyusun. Di dalam setiap penyampaiannya, Beliau mengatakan “Allah berfirman…”. Sungguhpun berasal dari Allah, akan tetapi tidak memiliki sifat mu’jiz. Contoh hadis qudsy:
قال الله عز وجل: انا عند ظن عبدي بى، وانا معه حيث يذكرنى (رواه البخارى عن ابى هريرة)
Pendapat lain mengatakan bahwa hadis qudsi itu segala hadis yang berpautan dengan zat dan sifat Allah.
Hadis ini dinamakan qudsi yang berarti suci, karena berasal dari zat yang Mahasuci.
Hadis marfu’, marfu’ artinya diangkat.  Dalam kaitannya dengan hadis, hadis marfu’ adalah berita yang disandarkan pada Nabi, baik perkataan, perbuatan, maupun ketetapan Beliau, sekalipun sanadnya terputus. Dengan demikian hadis marfu’ ada yang qauli, fi’li dan ada yang taqriri.
Hadis mauquf,  mauquf  artinya dihentikan. Dalam kaitannya dengan hadis, hadis  mauduf adalah berita yang disandarkan pada shahabat, baik yang berupa perkataan, perbuatan maupun ketetapan. Baik tersambung maupun terputus. Fuqaha Khurasan menyebut hadis yang seperti ini dengan sebutan atsar. Sedangkan hadis marfu’ mereka sebut sebagai khabar. Hadis ini tidak bisa dijadikan hujjah, kecuali jika diperkuat oleh hadis Nabi, walaupun dhaif.
Hadis maqtu’, maqthu’ artinya terputus. Dalam hal ini adalah berita yang disandarkan pada tabi’in atau orang setelahnya, baik berupa perkataan maupun perbuatan, maupun persetujuan. Hadis ini tidak bisa dijadikan hujjah dalam hukum syara’ walaupum shahih

Dilihat dari segi kuantitas perawi, hadis dibagi menjadi 3 macam:
Menurut madzhab Hanafi (fuqaha hanafiyah), dari sudut ini hadis dibagi menjadi 3. Akan tetapi menurut ulama hadis, hanya ada 2, yaitu mutawatir dan ahad. 
1.      Hadis mutawatir
Yaitu hadis yang diriwayatkan oleh banyak orang di setiap generasi, sejak generasi sahabat hingga generasi akhir (penulis kitab), orang banyak tersebut layaknya mustahil sepakat untuk berbohong. Hadis demikian bersifat qath’i al-wurud (dipastikan berasal dari Nabi). Dengan demikian hadis ini wajib dijadikan pegangan.
Hadis mutawatir ada 2 macam:
a.       Mutawatir lafdli: mutawatir redaksinya. Contoh :
من كذب علي متعمد فليتبوأ مقعده من النار
b.      Mutawatir ma’nawi: hadis yang isi/kandungannya diriwayatkan oleh orang banyak dengan redaksi yang berbeda-beda. Seperti hadis-hadis yang tatacara Nabi shalat.
2.      Hadis masyhur
Yaitu: hadis yang diriwayatkan dari Nabi oleh beberapa sahabat tetapi tidak mencapai tingkat muatawatir, walaupun di tingkat tabiin hadis tersebut diriwayatkan oleh secara mutawatir. Fuqaha menyebut hadis ini dengan hadis mustafidh.
Hadis ini memberikan keyakinan bahwa ia berasal dari Nabi. Namun mengingkari hadis masyhur tidaklah termasuk kafir.

3.      Hadis ahad
Yaitu hadis yang diriwayatkan oleh satu, dua orang atau di bawah jumlah rawi hadis masyhur. Ketergantungan dalam berpedoman dengan hadis ini adalah pada kualitas rawi dan ketersambungan sanad. Menurut jumhur ulama, jika shahih harus dijadikan sebagai dasar. Hadis ini melahirkan ilmu dlanni.
Dilihat dari kualitas sanad dan matan, hadis dibagi menjadi 3 macam:
1.      Hadis shahih
Yaitu hadis yang sanadnya bersambung, diriwayatkan oleh orang-orang yang adil dan dhabit serta tidak sadz dan cacat.
Ø  Sanad bersambung: sejak Nabi sampai rawi terakhir
Ø  Adil: teguh dalam beragama, tidak pernah bohong
Ø  Dhabit: kuat ingatan, cermat dan mengetahui ada atau tidaknya perubahan dalam periwayatan.
Ø  Syadz: tidak bertentangan dengan informasi lain yang dibawa oleh orang-orang yang lebih berkualitas atau tidak bertentangan dengan dalil lain yang lebih kuat. Ulama Maliki menambah, tidak bertentangan dengan tradisi dan paham yang mengakar di Madinah.
Ø  Tidak cacat: tidak terjadi manipulasi di dalamnya, seperti misalnya setelah diteliti sebenarnya hadis tersebut tidak bersambung sanadnya, atau bahkan bukan dari Nabi.
Ada perbedaan dalam mengimplementasikan syarat di atas. Dalam poin pertama, sanad dikatakan bersambung jika pemberi dan penerima rawayat bertemu, yang dibuktikan dengan redaksi yang digunakan untuk meriwayatkan, seperti hadatsani (a), akhbarani (a) sami’tu dan lain-lain tidak dengan ‘an. Karena kata ‘an tidak menjamin bahwa proses penyampaian hadis dilakukan dengan bertemu.
Pendapat lain mengatakan bahwa kata ‘an bisa dinilai bertemu jika antara pemberi dan penerima riwayat hidup semasa.
Demikian juga dalam menilai keadilan rawi, ada unsur subyektif

2.      Hadis hasan
Satu tingkatan di bawah hadis shahih, karena kadhabitan perawi tidak sesempurna rawi pada hadis shahih. Misalnya komentar terhadap rawi tersebut: lumayan, bolehlah, tidak mengapa dan lain-lain yang senada, asal tidak pembohong. Istilah ini dipopulerkan oleh al-Turmudzi. Beliau terkadang menulis di belakang hadisnya “hasan shahih”. Shahih dari persyaratan yang telah ditentukan kecuali kedhabitannya. Hadis ini bisa menjadi shahih  jika ada hadis lain yang senada yang kualiatas minimal sama (shahih lighairih).
3.      Hadis dhaif
Yaitu hadis yang tidak memenuhi persyaratan di atas, seperti sanadnya terputus atau di antara rawinya ada yang pendusta atau tidak dikenal. Hadis ini juga bisa naik derajatnya (hasan lighairih) jika di antara perawinya ada yang tidak dikenal oleh ahli hadis tapi orang tersebut tidak diberitakan sebagai banyak salah dan pendusta serta hadis tersebut dikuatkan oleh hadis dhaif lain melalui jalur yang berbeda. Hadis dhaif yang demikianlah yang dapat dijadikan sebagai dasar dalam fadhail amal. Sedangkan hadis yang tingkat kedhaifannya tinggi tidak boleh dijadikan sebagai dasar beragama.

Minggu, 27 November 2011

ABORSI DALAM PANDANGAN KRISTEN



Perjumpaan agama Kristen dan aborsi memiliki sejarah panjang dan rumit. Karena itu, aborsi menurut agama Kristen bukanlah persoalan sederhana.
Pandangan umat Kristen mengenai aborsi berbeda-beda. Namun, secara umum dapat diklasifikasikan ke dalam dua kelompok. Pertama, kelompok pro-life. Kedua, kelompok pro-choice. Akan tetapi, dalam setiap kelompok selalu ada kelompok minoritas yang tidak setuju dengan pendirian denominasi mereka mengenai aborsi.
Secara umum, pendukung pro-life meyakini bahwa kehidupan manusia harus dihargai sejak fertilisasi (pembuahan) atau implantasi (melekatnya embrio pada dinding uterus) hingga kematiannya secara alami.
Sementara pendukung pro-choice berpendapat seorang perempuan memiliki kontrol penuh terhadap fertilitasnya dan berhak memilih, akan meneruskan atau menghentikan kehamilannya.
A.    Pandangan Umat Kristen Awal
Umat Kristen awal percaya fetus belum bernyawa hingga ia mulai bergerak. Karena itu, aborsi pada kehamilan dini bukan pembunuhan, tetapi dianggap perbuatan dosa.
Antara abad kedua hingga keempat Masehi, Didakhe (Ajaran-ajaran Rasul), Barnabas, dan Surat Petrus mengecam keras praktik aborsi dan menyatakannya sebagai perbuatan tidak sah.
Aborsi dan pembunuhan bayi sering dilakukan pada kehamilan akibat hubungan seksual dalam upacara kaum pagan, prostitusi, dan inses. Konteks ini tidak dapat dipisahkan dari pandangan umat Kristen awal mengenai aborsi.
Dari abad 6 hingga 16 Masehi, filsuf Kristen memiliki pandangan berbeda-beda mengenai aborsi. Di bawah kaisar Romawi pertama yang memeluk Kristen, Konstantin, pandangan terhadap aborsi cukup longgar.
Santo Agustinus meyakini aborsi pada kehamilan dini bukan pembunuhan karena saat itu fetus belum bernyawa. Namun, Santo Agustinus mengecam keras praktik aborsi tersebut.
Santo Thomas Aquinas, Paus Innosentius III, dan Paus Gregorius XIV juga meyakini fetus belum memiliki nyawa hingga fetus mulai menendang dan bergerak. Namun, Aquinas berpendapat aborsi merupakan perbuatan dosa tanpa mempedulikan kapan nyawa mulai memasuki tubuh. Adapun Paus Stefanus V dan Paus Siktus V menentang aborsi pada seluruh tahap kehamilan.
B.    The Church of Jesus Christ of Latter-day Saints
The Church of Jesus Christ of Latter-day Saints atau Gereja Mormon menentang aborsi dan menganggapnya sebagi pembunuhan. Akan tetapi, ada beberapa pengecualian.
Pengecualian tersebut antara lain, kehamilan akibat pemerkosaan inses, nyawa ibu hamil terancam menurut otoritas medis yang kompeten, atau fetus mengalami cacat berat sehingga tidak akan bertahan hidup setelah dilahirkan.
Selanjutnya, ibu hamil yang menghadapi keadaan-keadaan tadi baru boleh mempertimbangkan untuk melakukan aborsi setelah berkonsultasi dengan pemimpin Gereja lokal mereka dan memperoleh persetujuan.
C.    Gereja Ortodoks
Gereja Ortodoks meyakini kehidupan dimulai saat terjadi pembuahan, dan aborsi (termasuk penggunaan obat pemicu aborsi) berarti merampas kehidupan manusia. Namun, ada beberapa pengecualian.
Jika nyawa ibu terancam secara langsung apabila kehamilannya diteruskan, terutama jika ia telah memiliki anak, pastor dianjurkan untuk tidak terlalu kaku. Perempuan yang menggugurkan kandungannya dalam situasi tersebut tidak boleh diasingkan dari komuni Ekaristi Gereja asalkan ia melakukan pengakuan dosa di hadapan pastor.


D.    Gereja Katolik Roma
Gereja Katolik menentang segala praktik yang bertujuan membinasakan embrio atau fetus. Saat ini Gereja berpendapat “hak pertama manusia adalah kehidupannya” dan kehidupan dimulai saat pembuahan.
Seseorang yang melakukan aborsi secara otomatis mengalami ekskomunikasi (penolakan komunikasi anggota sebuah gereja) dan hanya bisa dihapus jika ia telah melakukan pengakuan dosa dan mendapat pengampunan.
Namun, beberapa cendekiawan Katolik menentang pendapat resmi Gereja mengenai aborsi. Filsuf Daniel Dombrowski menulis pembelaan terhadap aborsi.
Catholics for a Free Choice didirikan pada 1973 untuk menyalurkan suara umat Katolik yang percaya bahwa individu perempuan ataupun laki-laki tidak berbuat amoral ketika mereka memilih menggunakan alat kontrasepsi, dan perempuan tidak berbuat amoral ketika memilih melakukan aborsi.
E.     Denominasi-Denominasi Protestan
Pandangan kalangan Protestan mengenai aborsi sangat beragam. Gerakan fundamentalis Kristen mengecam keras aborsi, sedangkan denominasi-denominasi arus utama Protestan mengambil posisi yang sedikit berbeda-beda, tetapi secara umum mereka pro-choice dengan beberapa pengecualian.
Beberapa organisasi Protestan arus utama bergabung dalam Religious Coalition for Reproductive Choice. Koalisi ini bertujuan memberikan dukungan lintas iman terhadap hak konstitusional baru mengenai privasi dalam pengambilan keputusan mengenai aborsi.
Beberapa denominasi yang tergabung dalam Religious Coalition for Reproductive Choice adalah the Episcopal Church, the Presbyterian Church (Amerika Serikat), the United Church of Christ, the United Methodist Church, the Unitarian Universalist Church, dan the Lutheran Women's Caucus.

Selasa, 22 November 2011

ABORSI DALAM PERSPEKTIF ISLAM


Dr. Abdurrahman al-Baghdadi (1998) dalam bukunya Emansipasi, Adakah dalam Islam halaman 127-128 menyebutkan bahwa aborsi dapat dilakukan sebelum atau sesudah ruh (nyawa) ditiupkan. Jika dilakukan setelah ditiupkannya ruh, yaitu setelah 16 minggu (4 bulan) dari masa kehamilan, maka semua ulama ahli fiqih (fuqaha) sepakat akan keharamannya. Tetapi mereka kontroversi jika aborsi dilakukan sebelum ditiupkannya ruh. Sebagian memperbolehkan dan sebagiannya mengharamkannya.
Yang memperbolehkan aborsi sebelum peniupan ruh, antara lain Muhammad Ramli (w. 1596 M) dalam kitabnya Al-Nihayah, dengan alasan karena belum ada makhluk yang bernyawa. Ada pula yang memandangnya makruh, dengan alasan karena janin sedang mengalami pertumbuhan.
Yang mengharamkan aborsi sebelum peniupan ruh antara lain Ibnu Hajar (w. 1567 M) dalam kitabnya al-Tuhfah dan al-Ghazali dalam kitabnya Ihya` Ulumiddin. Bahkan Mahmud Syaltut, mantan Rektor Universitas al-Azhar Mesir berpendapat bahwa sejak bertemunya sel sperma dengan ovum (sel telur) maka aborsi adalah haram, sebab sudah ada kehidupan pada kandungan yang sedang mengalami pertumbuhan dan persiapan untuk menjadi makhluk baru yang bernyawa yang bernama manusia yang harus dihormati dan dilindungi eksistensinya. Akan makin jahat dan besar dosanya, jika aborsi dilakukan setelah janin bernyawa, dan akan lebih besar lagi dosanya kalau bayi yang baru lahir dari kandungan sampai dibuang atau dibunuh (lihat: Masjfuk Zuhdi, 1993, Masail Fiqhiyah Kapita Selekta Hukum Islam, halaman 81; M. Ali Hasan, 1995, Masail Fiqhiyah Al Haditsah Pada Masalah-Masalah Kontemporer Hukum Islam, halaman 57; Cholil Uman, 1994, Agama Menjawab Tentang Berbagai Masalah Abad Modern, halaman 91-93; Mahjuddin, 1990, Masailul Fiqhiyah Berbagai Kasus Yang Yang Dihadapi Hukum Islam Masa Kini, halaman 77-79).
Pendapat yang disepakati fuqaha, yaitu bahwa haram hukumnya melakukan aborsi setelah ditiupkannya ruh (4 bulan/16 minggu), didasarkan pada kenyataan bahwa peniupan ruh terjadi setelah 4 (empat) bulan masa kehamilan. Abdullah bin Mas’ud berkata bahwa Rasulullah Saw telah bersabda:
Sesungguhnya setiap kamu terkumpul kejadiannya dalam perut ibumu selama 40 hari dalam bentuk ‘nuthfah’, kemudian dalam bentuk ‘alaqah’ selama itu pula, kemudian dalam bentuk ‘mudghah’ selama itu pula, kemudian ditiupkan ruh kepadanya.[HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Ahmad, dan Tirmidzi].
Maka dari itu, aborsi setelah kandungan berumur 4 bulan adalah haram, karena berarti membunuh makhluk yang sudah bernyawa. Dan ini termasuk dalam kategori pembunuhan yang keharamannya antara lain didasarkan pada dalil-dalil syar’i berikut. Firman Allah SWT:
Ÿwur (#þqè=çFø)s? Nà2y»s9÷rr& ïÆÏiB 9,»n=øBÎ) (
Artinya: ...janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan.. (Qs. al-An’aam [6]: 151).

 “Dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut miskin. Kami akan memberikan rizki kepada mereka dan kepadamu.(Qs. al-Isra` [17]: 31).
Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan (alasan) yang benar (menurut syara’).” (Qs. al-Isra` [17]: 33).
Dan apabila bayi-bayi yang dikubur hidup-hidup itu ditanya karena dosa apakah ia dibunuh.(Qs. at-Takwiir [81]: 8-9)
Berdasarkan dalil-dalil ini maka aborsi adalah haram pada kandungan yang bernyawa atau telah berumur 4 bulan, sebab dalam keadaan demikian berarti aborsi itu adalah suatu tindak kejahatan pembunuhan yang diharamkan Islam.
Adapun aborsi sebelum kandungan berumur 4 bulan, seperti telah diuraikan di atas, para fuqoha berbeda pendapatdalam masalah ini. Akan tetapi menurut pendapat Syaikh Abdul Qadim Zallum (1998) dan Dr. Abdurrahman Al Baghdadi (1998), hukum syara’ yang lebih rajih (kuat) adalah sebagai berikut. Jika aborsi dilakukan setelah 40 (empat puluh) hari, atau 42 (empat puluh dua) hari dari usia kehamilan dan pada saat permulaan pembentukan janin, maka hukumnya haram. Dalam hal ini hukumnya sama dengan hukum keharaman aborsi setelah peniupan ruh ke dalam janin. Sedangkan pengguguran kandungan yang usianya belum mencapai 40 hari, maka hukumnya boleh (ja’iz) dan tidak apa-apa. (Abdul Qadim Zallum, 1998, Beberapa Problem Kontemporer Dalam Pandangan Islam: Kloning, Transplantasi Organ, Abortus, Bayi Tabung, Penggunaan Organ Tubuh Buatan, Definisi Hidup dan Mati, halaman 45-56; Dr. Abdurrahman Al Baghdadi, 1998, Emansipasi Adakah Dalam Islam, halaman 129 ).
Dalil syar’i yang menunjukkan bahwa aborsi haram bila usia janin 40 hari atau 40 malam adalah hadits Nabi Saw berikut:
Jika nutfah telah lewat empat puluh dua malam, maka Allah mengutus seorang malaikat padanya, lalu dia membentuk nutfah tersebut; dia membuat pendengarannya, penglihatannya, kulitnya, dagingnya, dan tulang belulangnya. Lalu malaikat itu bertanya (kepada Allah), ‘Ya Tuhanku, apakah dia (akan Engkau tetapkan) menjadi laki-laki atau perempuan?’ Maka Allah kemudian memberi keputusan…” [HR. Muslim dari Ibnu Mas’ud r.a.].
Dalam riwayat lain, Rasulullah Saw bersabda:
(jika nutfah telah lewat) empat puluh malam…
Hadits di atas menunjukkan bahwa permulaan penciptaan janin dan penampakan anggota-anggota tubuhnya, adalah setelah melewati 40 atau 42 malam. Dengan demikian, penganiayaan terhadapnya adalah suatu penganiayaan terhadap janin yang sudah mempunyai tanda-tanda sebagai manusia yang terpelihara darahnya (ma’shumud dam). Tindakan penganiayaan tersebut merupakan pembunuhan terhadapnya.
Berdasarkan uraian di atas, maka pihak ibu si janin, bapaknya, ataupun dokter, diharamkan menggugurkan kandungan ibu tersebut bila kandungannya telah berumur 40 hari.
Siapa saja dari mereka yang melakukan pengguguran kandungan, berarti telah berbuat dosa dan telah melakukan tindak kriminal yang mewajibkan pembayaran diyat bagi janin yang gugur, yaitu seorang budak laki-laki atau perempuan, atau sepersepuluh diyat manusia sempurna (10 ekor onta), sebagaimana telah diterangkan dalam hadits shahih dalam masalah tersebut. Rasulullah Saw bersabda :
Rasulullah Saw memberi keputusan dalam masalah janin dari seorang perempuan Bani Lihyan yang gugur dalam keadaan mati, dengan satu ghurrah, yaitu seorang budak laki-laki atau perempuan…[HR. Bukhari dan Muslim, dari Abu Hurairah r.a.] (Abdul Qadim Zallum, 1998).
Sedangkan aborsi pada janin yang usianya belum mencapai 40 hari, maka hukumnya boleh (ja’iz) dan tidak apa-apa. Ini disebabkan bahwa apa yang ada dalam rahim belum menjadi janin karena dia masih berada dalam tahapan sebagai mudhghah (gumpalan darah), belum sampai pada fase penciptaan yang menunjukkan ciri-ciri minimal sebagai manusia.
Di samping itu, pengguguran mudhghah sebelum menjadi janin, dari segi hukum dapat disamakan dengan ‘azl (coitus interruptus) yang dimaksudkan untuk mencegah terjadinya kehamilan. ‘Azl dilakukan oleh seorang laki-laki yang tidak menghendaki kehamilan perempuan yang digaulinya, sebab ‘azl merupakan tindakan mengeluarkan sperma di luar vagina perempuan. Tindakan ini akan mengakibatkan kematian sel sperma, sebagaimana akan mengakibatkan matinya sel telur, sehingga akan mengakibatkan tiadanya pertemuan sel sperma dengan sel telur yang tentu tidak akan menimbulkan kehamilan.
Rasulullah SAW telah membolehkan ‘azl kepada seorang laki-laki yang bertanya kepada beliau mengenai tindakannya menggauli budak perempuannya, sementara dia tidak menginginkan budak perempuannya hamil. Rasulullah Saw bersabda kepadanya:
Lakukanlah ‘azl padanya jika kamu suka![HR. Ahmad, Muslim, dan Abu Dawud].
Namun demikian, dibolehkan melakukan aborsi baik pada tahap penciptaan janin, ataupun setelah peniupan ruh padanya, jika dokter yang terpercaya menetapkan bahwa keberadaan janin dalam perut ibu akan mengakibatkan kematian ibu dan janinnya sekaligus. Dalam kondisi seperti ini, dibolehkan melakukan aborsi dan mengupayakan penyelamatan kehidupan jiwa ibu. Menyelamatkan kehidupan adalah sesuatu yang diserukan oleh ajaran Islam, sesuai firman Allah SWT:
Barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya.(Qs. al-Maa’idah [5]: 32) .
Di samping itu aborsi dalam kondisi seperti ini termasuk pula upaya pengobatan. Sedangkan Rasulullah Saw telah memerintahkan umatnya untuk berobat. Rasulullah Saw bersabda:
Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla setiap kali menciptakan penyakit, Dia ciptakan pula obatnya. Maka berobatlah kalian!” [HR. Ahmad].
Kaidah fiqih dalam masalah ini menyebutkan:
Idza ta’aradha mafsadatani ru’iya a’zhamuha dhararan birtikabi akhaffihima
Jika berkumpul dua madharat (bahaya) dalam satu hukum, maka dipilih yang lebih ringan madharatnya.” (Abdul Hamid Hakim, 1927, Mabadi` Awaliyah fi Ushul Al Fiqh wa Al Qawa’id Al Fiqhiyah, halaman 35).
Berdasarkan kaidah ini, seorang wanita dibolehkan menggugurkan kandungannya jika keberadaan kandungan itu akan mengancam hidupnya, meskipun ini berarti membunuh janinnya. Memang mengggugurkan kandungan adalah suatu mafsadat (tindakan merusak). Begitu pula hilangnya nyawa sang ibu jika tetap mempertahankan kandungannya juga suatu mafsadat. Namun tak syak lagi bahwa menggugurkan kandungan janin itu lebih ringan madharatnya daripada menghilangkan nyawa ibunya, atau membiarkan kehidupan ibunya terancam dengan keberadaan janin tersebut (Dr. Abdurrahman Al Baghdadi, 1998).
Pendapat yang menyatakan bahwa aborsi diharamkan sejak pertemuan sel telur dengan sel sperma dengan alasan karena sudah ada kehidupan pada kandungan, adalah pendapat yang tidak kuat. Sebab kehidupan sebenarnya tidak hanya wujud setelah pertemuan sel telur dengan sel sperma, tetapi bahkan dalam sel sperma itu sendiri sudah ada kehidupan, begitu pula dalam sel telur, meski kedua sel itu belum bertemu. Kehidupan (al hayah) menurut Ghanim Abduh dalam kitabnya Naqdh Al Isytirakiyah Al Marksiyah (1963) halaman 85 adalah “sesuatu yang ada pada organisme hidup.” (asy syai` al qa`im fi al ka`in al hayyi). Ciri-ciri adanya kehidupan adalah adanya pertumbuhan, gerak, iritabilita, membutuhkan nutrisi, perkembangbiakan, dan sebagainya. Dengan pengertian kehidupan ini, maka dalam sel telur dan sel sperma (yang masih baik, belum rusak) sebenarnya sudah terdapat kehidupan, sebab jika dalam sel sperma dan sel telur tidak ada kehidupan, niscaya tidak akan dapat terjadi pembuahan sel telur oleh sel sperma. Jadi, kehidupan (al hayah) sebenarnya terdapat dalam sel telur dan sel sperma sebelum terjadinya pembuahan, bukan hanya ada setelah pembuahan.
Berdasarkan penjelasan ini, maka pendapat yang mengharamkan aborsi setelah pertemuan sel telur dan sel sperma dengan alasan sudah adanya kehidupan, adalah pendapat yang lemah, sebab tidak didasarkan pada pemahaman fakta yang tepat akan pengertian kehidupan (al hayah). Pendapat tersebut secara implisit menyatakan bahwa sebelum terjadinya pertemuan sel telur dan sel sperma, berarti tidak ada kehidupan pada sel telur dan sel sperma. Padahal faktanya tidak demikian. Andaikata katakanlah pendapat itu diterima, niscaya segala sesuatu aktivitas yang menghilangkan kehidupan adalah haram, termasuk ‘azl. Sebab dalam aktivitas ‘azl terdapat upaya untuk mencegah terjadinya kehidupan, yaitu maksudnya kehidupan pada sel sperma dan sel telur (sebelum bertemu). Padahal ‘azl telah dibolehkan oleh Rasulullah Saw. Dengan kata lain, pendapat yang menyatakan haramnya aborsi setelah pertemuan sel telur dan sel sperma dengan alasan sudah adanya kehidupan, akan bertentangan dengan hadits-hadits yang membolehkan ‘azl.
Kesimpulan
Aborsi bukan sekedar masalah medis atau kesehatan masyarakat, namun juga problem sosial yang muncul karena manusia mengekor pada peradaban Barat. Maka pemecahannya haruslah dilakukan secara komprehensif-fundamental-radikal, yang intinya adalah dengan mencabut sikap taqlid kepada peradaban Barat dengan menghancurkan segala nilai dan institusi peradaban Barat yang bertentangan dengan Islam, untuk kemudian digantikan dengan peradaban Islam yang manusiawi dan adil.
Hukum aborsi dalam pandangan Islam menegaskan keharaman aborsi jika umur kehamilannya sudah 4 (empat) bulan, yakni sudah ditiupkan ruh pada janin. Untuk janin yang berumur di bawah 4 bulan, para ulama telah berbeda pendapat. Jadi ini memang masalah khilafiyah. Namun menurut pendapat yang rajih (kuat) adalah jika aborsi dilakukan setelah 40 (empat puluh) hari, atau 42 (empat puluh dua) hari dari usia kehamilan dan pada saat permulaan pembentukan janin, maka hukumnya haram. Sedangkan pengguguran kandungan yang usianya belum mencapai 40 hari, maka hukumnya boleh (ja’iz) dan tidak apa-apa. Wallahu a’lam [M. Shiddiq al-Jawi]
Referensi
Abduh, Ghanim, Naqdh Al Isytirakiyah Al Marksiyah, t.p., t.tp,1963
Al Baghdadi, Abdurrahman, Emansipasi Adakah Dalam Islam, Gema Insani Press, Jakarta,1998
Hakim, Abdul Hamid, Mabadi` Awaliyah fi Ushul al-Fiqh wa al-Qawa’id al-Fiqhiyah, Sa’adiyah Putera, Jakarta,1927
Hasan, M. Ali, Masail Fiqhiyah Al Haditsah Pada Masalah-Masalah Kontemporer Hukum Islam, RajaGrafindo Persada, Jakarta,1995
Mahjuddin, Masailul Fiqhiyah Berbagai Kasus yang Dihadapi Hukum Islam Masa Kini, Kalam Mulia, Jakarta,1990
Uman, Cholil, Agama Menjawab tentang Berbagai Masalah Abad Modern, Ampel Suci, Surabaya,1994
Zallum, Abdul Qadim, Beberapa Problem Kontemporer dalam Pandangan Islam: Kloning, Transplantasi Organ, Abortus, Bayi Tabung, Penggunaan Organ Tubuh Buatan, Definisi Hidup dan Mati, Al-Izzah, Bangil,1998
Zuhdi, Masjfuk, Masail Fiqhiyah Kapita Selekta Hukum Islam, Haji Masagung, Jakarta,1993


Minggu, 20 November 2011

ABORSI

       A.      Pengertian Aborsi
Aborsi secara umum adalah berakhirnya suatu kehamilan (oleh sebab-sebab tertentu) sebelum buah kehamilan tersebut mampu untuk hidup di luar kandungan. (JNPK-KR, 1999) (www.jender.or.id) Secara lebih spesifik, Ensiklopedia Indonesia memberikan pengertian aborsi adalah pengakhiran kehamilan sebelum masa gestasi 28 minggu (7 bulan) atau sebelum janin mencapai berat 1.000 gram.” Definisi lain menyatakan, aborsi adalah pengeluaran hasil konsepsi pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu (5 bulan) atau berat janin kurang dari 500 gram. Defini lain lagi, aborsi merupakan suatu proses pengakhiran hidup dari janin sebelum diberi kesempatan untuk bertumbuh (Kapita Seleksi Kedokteran, Edisi 3, halaman 260).
B.       Jenis-jenis Aborsi
Dalam dunia kedokteran dikenal 3 macam aborsi:
1.      Aborsi Spontan / Alamiah atau Abortus Spontaneus
2.      Aborsi Buatan / Sengaja atau Abortus Provocatus Criminalis
3.      Aborsi Terapeutik / Medis atau Abortus Provocatus Therapeuticum
Aborsi spontan / alamiah berlangsung tanpa tindakan apapun. Kebanyakan disebabkan karena kurang baiknya kualitas sel telur dan sel sperma.
Aborsi buatan / sengaja / Abortus Provocatus Criminalis adalah pengakhiran kehamilan sebelum usia kandungan 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram sebagai suatu akibat tindakan yang disengaja dan disadari oleh calon ibu maupun si pelaksana aborsi (dalam hal ini dokter, bidan atau dukun beranak).
Aborsi terapeutik / Abortus Provocatus Therapeuticum adalah pengguguran kandungan yang dilakukan atas indikasi medis. Sebagai contoh, calon ibu yang sedang hamil tetapi mempunyai penyakit darah tinggi menahun atau penyakit jantung yang parah yang dapat membahayakan baik calon ibu maupun janin yang dikandungnya. Tetapi ini semua atas pertimbangan medis yang matang dan tidak tergesa-gesa (www.genetik2000.com).
Secara praktis, pelaksanaan aborsi bergantung pada usia janin. Artinya, jika usia kehamilan masih muda, aborsi mudah dilakukan. semakin tua semakin sulit dan resikonya makin banyak bagi si ibu.
C.    Langkah-langkah dalam Aborsi
Cara-cara yang dilakukan di klinik-klinik aborsi bermacam-macam, biasanya, bergantung pada besar kecilnya janin.
1. Abortus untuk kehamilan sampai 12 minggu biasanya dilakukan dengan MR / Menstrual Regulation yaitu dengan penyedotan (semacam alat penghisap debu yang biasa, tetapi 2 kali lebih kuat).
2. Pada janin yang lebih besar (sampai 16 minggu) dengan cara Dilatasi & Curetage.
3. Sampai 24 minggu. Di sini bayi sudah besar sekali, sebab itu biasanya harus dibunuh lebih dahulu dengan meracuni dia. Misalnya dengan cairan garam yang pekat seperti saline. Dengan jarum khusus, obat itu langsung disuntikkan ke dalam rahim, ke dalam air ketuban, sehingga anaknya keracunan, kulitnya terbakar, lalu mati.
4. Di atas 28 minggu biasanya dilakukan dengan suntikan prostaglandin sehingga terjadi proses kelahiran buatan dan anak itu dipaksakan untuk keluar dari tempat pemeliharaan dan perlindungannya.
5. Juga dipakai cara operasi Sesaria seperti pada kehamilan yang biasa (www.genetik2000.com).
D.   Beberapa Alasan dalam Melakukan Aborsi
Ada berbagai alasan dalam melakukan aborsi. Namun alasan yang paling banyak adalah alasan-alasan non-medis. Di Amerika Serikat alasan aborsi antara lain:
1. Tidak ingin memiliki anak karena khawatir menggangu karier, sekolah, atau tanggung jawab yang lain.
2. Tidak memiliki cukup uang untuk merawat anak.
3. Tidak ingin memiliki anak tanpa ayah
Alasan lain yang sering dilontarkan adalah masih terlalu muda (terutama mereka yang hamil di luar nikah), aib keluarga, atau sudah memiliki banyak anak. Ada orang yang menggugurkan kandungan karena tidak mengerti apa yang mereka lakukan. Mereka tidak tahu akan keajaiban-keajaiban yang dirasakan seorang calon ibu, saat merasakan gerakan dan geliatan anak dalam kandungannya.
Alasan-alasan seperti ini juga diberikan oleh para wanita di Indonesia yang mencoba meyakinkan dirinya bahwa membunuh janin yang ada di dalam kandungannya adalah boleh dan benar.
Semua alasan di atas tidak berdasar, dan hanya menunjukkan ketidakpedulian seorang wanita, yang hanya mementingkan dirinya sendiri (www.genetik2000.com). Data ini juga didukung oleh studi dari Aida Torres dan Jacqueline Sarroch Forrest (1998) yang menyatakan bahwa hanya 1% kasus aborsi karena perkosaan atau incest (hubungan intim satu darah), 3% karena membahayakan nyawa calon ibu, dan 3% karena janin akan bertumbuh dengan cacat tubuh yang serius. Sedangkan 93% kasus aborsi adalah karena alasan-alasan yang sifatnya untuk kepentingan diri sendiri termasuk takut tidak mampu membiayai, takut dikucilkan, malu, atau gengsi (www.genetik2000.com).