Senin, 14 Februari 2011

MASALAH-MASALAH KRUSIAL DALAM PERENCANAAN PENGAJARAN PAI


Selain harus melihat hambatan-hambatan yang lebih bersifat eksternal, beberapa hal yang secara klasifikatif masuk dalam masalah internal juga harus mendapatkan porsi perhatian lebih. Hal-hal tersebut antara lain:
1. tujuan dan fungsi pendidikan apa yang harus diprioritaskan dalam pengajaran PAI. (bahwa penekanan tujuan pada tingkat sekolah; SD, SMP, SMA; atau dalam tingkatan kelas: I, II, III; atau bahkan lembaga yang satu dengan yang lain akan berbeda)
2. alternatif apa yang terbaik yang mungkin dilaksanakan dalam mencapai tujuan-tujuan dan fungsi pendidikan PAI tersebut. (Hal ini menyangkut juga, masalah teknologi pendidikan, waktu, dana, efektifitas pendidikan (metode), kemampuan praktis dan sebagainya).
3. seberapa jauh sumber daya (potensi pengetahuan tentang agama Islam) yang dimiliki oleh bangsa atau masyarakat yang akan diikutsertakan dalam pendidikan. (profesinalitas dan seleksi pengajar).
4. siapa yang akan membiayai. Ini menyangkut masalah dari mana dana pendidikan diperoleh. (Beberapa pihak yang mungkin mendukung dalam hal ini: wali murid, donator-donator baik bersama-sama maupun individu).
5. bagaimana kemudian membagi rata dana tersebut. (di tingkat nasional: antara satu sekolah dengan sekolah lain, antara jenjang (SD-SM) dan antara jenis (SMA & SMK) di tingkat institusi: antara gaji guru dengan pemenuhan kebutuhan sekolah dan lain-lain)
Terhadap permasalahan-permasalahan tersebut, berbeda antara praktisi pendidikan dengan ekonom dalam memberikan solusi. Seorang praktisi pendidikan sebagai seorang yang idealis, pragmatis dan ahli politik, bagaimanapun akan memposisikan sector pendidikan sebagai sector yang harus diprioritaskan pertama. Bahkan dimungkinkan, mereka tidak mentolerir adanya penolakan terhadap permintaannya.
Sementara seorang ekonom akan memandang bahwa sector ekonomi adalah yang paling utama. Dan pemerataan dalam semua sector merupakan kunci utamanya. Mereka menolak pengutamaan sector pendidikan. Sungguhpun mereka mengakui pentingnya sector ini. Pola pikir mereka berpusat pada: 1) masalah alokasi. Bagaimana membagi dengan sebaik-baiknya dana yang terbatas kepada semua sector. 2) masalah efisiensi. Bagaimana menggunakan dana yang telah dialokasikan agar diperoleh hasil optimal.
Jenis-jenis Perencanaan
Menurut besaran atau magnitude, perencanaan dibagi menjadi 3:
1. perencanaan makro. Yaitu perencanaan dalam level nasional. Yang menetapkan kebijakan-kebijakan yang akan ditempuh. Kebijakan-kebijakan tersebut berkisar pada masalah:
a. Tujuan pendidikan nasional. (Dalam kaitan ini pemerintah memposisikan PAI sebagai inspirator bagi terwujudnya manusia yang beriman, bertaqwa dan beretika).
b. Pendekatan yang dipergunakan untuk mencapai tujuan tersebut. (Konteks sekarang menempuh pendekatan disentralisasi)
c. Lembaga pendidikan yang digunakan untuk mencapai tujuan tersebut. (terutama lemabaga formal)
d. Pengaturan organisasi pendidikan untuk menunjang tercapainya tujuan. (mengganti kurikulum)
e. Program-program yang perlu diadakan untuk menunjang tercapainya tujuan. (pesantren kilat)
f. Sumber-sumber yang dapat dipakai untuk menunjang program-program tersebut. (SDM, materi, dana dan lain-lain)
g. Membuat kriteria keberhasilan. (dalam UAN)
2. perencanaan meso. Perencanaan dalam level daerah / kabupaten. Yang menjabarkan lebih rinci kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan dalam perencanaan makro. Perencanaan sudah bersifat operasional dengan disesuaikan pada keadaan daerah masing-masing, departemen. Namun kebebasannya dibatasi oleh ketentuan-ketentuan dalam level makro.
3. perencanaan mikro. Perencanaan pada level institusional, dan merupakan jabaran lebih spesifik dari perencanaan meso. Dalam hal ini karakteristik-karakteristik lembaga diperhatikan.
Menurut telaahnya, perencanaan dibagi menjadi 3:
1. perencanaan strategis. Yaitu perencanaan yang berkaitan dengan penetapan tujuan, pengalokasian sumber-sumber dalam mencapai tujuan dan kebijakan yang dipakai sebagai pedoman.
2. perencanaan managerial. Yaitu perencanaan yang ditujukan untuk mengarahkan proses pelaksanaan agat tujuan dapat tercapai secara efektif dan efisien.
3. perencanaan operasional. Memusatkan perhatiannya pada apa yang akan dikerjakan pada tingkat pelaksanaan di lapangan dari rencana managerial.
Dari segi jangka waktu
1. perencanaan jangka panjang. Mencakup kurun waktu 10-25 tahun.
2. perencanaan jangka menengah. Mencakup kurun waktu 4-10 tahun.
3. perencanaan jangka pendek. Mencakup kurun waktu 1-3 tahun.
Pentingnya perencanaan sistem PAI
Perencanaan sistem PAI digunakan untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas pengajaran PAI. Kemajuan IPTEK merupakan inspirator bagi diberlakukannya perencanaan sistem pendidikan ini.
Tujuan Perencanaan Sistem PAI
1. untuk mencari kebenaran atas fakta-fakta yang diperoleh atau disajikan agar dapat diterima oleh berbagai pihak.
2. untuk menentukan tindakan yang akan dilakukan yang berorientasi ke masa depan.
3. untuk meyakinkan secara rasional pihak-pihak tertentu yang berkepentingan dengan PAI.

PENGERTIAN, TUJUAN, FUNGSI, DAN CIRI-CIRI EVALUASI HASIL BELAJAR PAI


A. Pengertian Evaluasi Hasil Belajar PAI
Secara etimologi, kata evaluasi berasal dari bahasa Ingris evaluation. Kata evaluation dalam bahasa Indonesia berarti penilaian, sementara dalam bahasa Arab berarti al-taqdir. Kata evaluation ini berasal dari akar kata value yang berarti nilai. Sehingga dari perspektif ini, tersinyalir adanya kesamaan makna antara “evaluasi” dan “penilaian”. Sementara secara istilah, evaluasi (dan atau penilaian) adalah suatu tindakan atau proses untuk menentukan nilai dari sesuatu. Jika definisi tersebut dikaitkan dengan ‘hasil belajar’, evaluasi berarti suatu tindakan atau proses untuk menentukan nilai keberhasilan belajar seseorang (siswa) setelah melakukan proses pembelajaran. Dan jika dikaitkan dengan ‘hasil belajar PAI’, berarti suatu tindakan atau proses untuk menentukan nilai keberhasilan siswa setelah melakukan proses pembelajaran PAI.
Yang harus dipegang --dan terus diingat-- dari definisi di atas adalah, adanya suatu “tindakan atau proses” tertentu yang harus dilakukan sebelum mengadakan suatu penilaian. Tindakan atau proses tersebut adalah “pengukuran (measurement)”. Jadi, sebelum menilai sesuatu, kita harus mengukur terlebih dahulu sesuatu itu. Mengukuran adalah membandingkan sesuatu dengan atau atas dasar suatu ukuran. Sebagai contoh, misalnya kita hendak menilai kepadatan tol Cikampek menjelang lebaran. Kita belum bisa menilai bahwa tol Cikampek menjelang lebaran, “padat atau tidak”, sebelum kita melakukan pengukuran. Pengukuran di sini berupa penentuan. Misalnya, berapa kendaraan yang melintas dalam satu menitnya. Setelah membuat penentuan, selanjutnya kita menerapkan norma atau pedoman yang kita gunakan dalam menilai. Misalnya, jalan dikatakan padat jika dalam satu menit minimal ada seratus kendaraan yang melintas. Baru setelah itu, penilaian bisa kita lakukan. Jika dalam satu menit ada seratus atau lebih kendaraan yang melintas, maka dapat kita nilai bahwa tol Cikampek menjelang lebaran ”padat”, dan jika kurang dari seratus, maka tol Cikampek kita nilai ”tidak padat”.
Dari contoh di atas, dapat dilihat perbedaan antara penilaian dan pengukuran. Penilaian bersifat kualitatif, sekaligus merupakan jawaban dari pertanyaan ”what value” (ramai/tidak ramai, pandai/kurang pandai, menguasai/kurang menguasai, berhasil/gagal dan lain-lain). Sementara, pengukuran bersifat kuantitatif sekaligus merupakan jawaban dari pertanyaan ”how much” (berapa banyak, berapa panjang, berapa lama dan lain-lain). Akan tetapi, antara keduanya tidak dapat dipisahkan. Sehingga dapat dikatakan bahwa, penilaian tidak dapat dilakukan tanpa didahului oleh pengukuran, dan pengukuran tidak berarti apa-apa jika kemudian tidak dilakukan penilaian. Baik buruknya suatu evaluasi atau penilaian bergantung pada hasil-hasil pengukuran yang mendahuluinya. Hasil dari pengukuran tersebut berupa angka-angka (kuantitatif). Angka-angka inilah yang kemudian ditafsirkan sehingga menjadi penilaian. Akan tetapi tidak semua penafsiran itu bersumber dari keterangan-keterangan yang bersifat kuantitatif. Seperti menafsirkan informasi tentang anak yang berasal dari keterangan orang tua, dan lain-lain. Begitu juga dengan pembelajaran, ada beberapa bidang studi yang bisa diadakan penilaian dengan tanpa melakukan pengukuran terlebih dahulu. Seperti PAI, keterampilan dan lain-lain. Cara yang kemudian ditempuh sebelum menilai adalah, dengan melakukan observasi (pengamatan).
Dalam uraian di atas, tidak dibedakan antara evaluasi dengan penilaian. Sementara pendapat lain mengatakan bahwa evaluasi berbeda dengan penilaian. Pendapat terakhir ini mengatakan penilaian yang didahului dengan pengukuran itulah yang disebut evaluasi. Dengan kata lain, evaluasi adalah pengukuran terhadap suatu hal yang kemudian dilanjutkan dengan penilaian terhadap hal tersebut. Sungguhpun tingkat keberhasilan siswa dalam belajar tidak semata-mata bergantung pada guru, karena disamping guru masih banyak komponen lain yang turut mempengaruhi keberhasilan siswa seperti: siswa itu sendiri, bahan pelajaran, sarana penunjang dan sistem administrasi, akan tetapi guru adalah sentral atau koordinator bagi penunjang lain tersebut, sementara evaluasi sendiri masih merupakan komponen yang paling tepat digunakan untuk menilai kemajuan belajar siswa, maka menguasai konsep-konsep evaluasi bagi setiap guru menjadi sebuah keniscayaan.
B. Tujuan Evaluasi Pendidikan
Evaluasi memiliki banyak tujuan. Tujuan tersebut dapat diklasifikasi-kan ke dalam dua kelompok, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan evaluasi secara umum adalah:
1. untuk mendapatkan data-data pembuktian tetang kemajuan siswa setelah mengikuti pembelajaran dalam jangka waktu tertentu.
2. untuk mengetahui tingkat efektifitas metode yang digunakan guru dalam mengajar.
Sedangkan tujuan evaluasi secara khusus adalah:
1. untuk memotivasi anak dalam belajar
2. untuk mencari faktor-faktor penyebab keberhasilan dan kegagalan siswa dalam mengikuti program Pendidikan.
C. Fungsi Evaluasi Pendidikan
Selain memiliki banyak tujuan, evaluasi juga memiliki berbagai macam fungsi, sesuai dengan ragam evaluasi itu sendiri. Akan tetapi, secara garis besar fungsi-fungsi tersebut dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu fungsi secara umum dan fungsi secara khusus. Secara umum evaluasi berfungsi untuk:
1. mengukur kemajuan (atau perkembangan program yang dilaksanakan dalam rangka mencapai tujuan yang telah dirumuskan).
2. menunjang penyusunan rencana -evaluasi- (jika dalam pelaksanaannya terdapat kejanggalan-kejanggalan yang mengharuskan adanya re-planning).
3. memperbaiki atau melakukan penyempurnaan kembali. (perbaikan usaha tanpa didahului oleh kegiatan evaluasi adalah tidak mungkin. Karena untuk mengadakan perbaikan harus diketahui apa yang harus diperbaiki, dan untuk mengetahuinya itu lewat evaluasi)
Adapun secara khusus evaluasi berfungsi:
1. segi psikologis:
Bagi siswa: menunjukkan kapasitas / status diri siswa di kelasnya (apakah termasuk siswa yang pandai, sedang, atau bodoh).
Bagi guru: menginformasikan seberapa jauh usaha yang dilakukan guru sudah membawa hasil.
2. secara didaktik
Bagi siswa: memberi motivasi bagi siswa dalam meningkatkan belajarnya.
Bagi guru:
a. sebagai diagnostik (mencari kelemahan siswa di dalam mengikuti pembelajaran.
b. menginformasikan tetang di mana siswa harus diposisikan (pembagian kelas A, B, C).
c. penentuan naik / lulus atau tidaknya siswa.
d. menjadi pertimbangan dalam memberikan bimbingan: bagaimana belajar yang baik, mengatur waktu dan lain-lain.
e. menginformasikan sejauhmana program pengajaran yang telah ditentukan sudah dicapai
3. secara administratif:
a. memberikan laporan (mengisi raport, KHS)
b. memberikan data tentang siswa layak dinaikkan / diluluskan atau tidak.
3. memberikan gambaran (bidang-bidang tertentu maju dan bidang-bidang yang lain kurang).
D. Ciri-ciri Evaluasi Pendidikan
Sebagai komponen dalam pembelajaran, evaluasi mempunyai ciri-ciri tertentu. Adapun ciri-ciri tersebut antara lain:
1. dilakukan secara tidak langsung. Maksudnya, dalam evaluasi yang diukur kemudian dinilai bukanlah kepandaian atau kebodohan anak, akan tetapi tanda-tanda kepandaian atau kebodohannya.
2. penggunaan ukuran kuantitatif (menggunakan simbul bilangan sebagai hasil pertama pengukuran).
3. menggunakan unit-unit atau satuan-satuan yang tetap. Seperti sangat memuskan, memuaskan, kurang memuaskan, tidak memuaskan dan lain-lain.
4. bersifat relatif. Nilai seorang siswa tidak selalu tetap dari waktu ke waktu. Artinya, sangat mungkin seorang anak nilainya berubah-ubah.
5. dalam melakukan penilaian sering terjadi kesalahan-kesalahan. Sedangkan sumber-sumber kesalahan terletak pada:
a. alat ukur (soal tes).
b. penilai (guru). Dalam hal ini guru:
1) bertindak subjektif. Misalnya risau ketika mengoreksi, tulisan yang dihadapi jelek dan lain-lain.
2) cenderung (ke)murah(an) atau (ke)mahal(an) dalam memberi nilai. Misalnya untuk jawaban yang salah skornya 2 / 0.
3) adanya kesan penilai terhadap siswa, baik dari guru lain atau diperolehnya sendiri ketika mengampu mapel lain.
4) adanya pengaruh dari hasil yang diperoleh terdahulu.
5) kesalahan dalam menjumlah skor
c. yang dinilai (murid)
1) siswa sedang resah ketika sedang dinilai (mengerjakan soal).
2) siswa sedang sakit fisik ketika sedang dinilai.
3) ada gangguan terhadap kelancaran mengerjakan soal.
d. situasi di mana penilaian berlangsung
1) adanya kegaduhan (di dalam maupun di luar ruang) yang mengganggu konsentrasi.
2) pengawasan dalam penilaian.

E. Manfaat Evaluasi Pendidikan
Sebagai komponen yang sangat berarti dalam proses pembelajaran, evaluasi memberikan banyak manfaat. Adapaun manfaat-manfaat tersebut antara lain:
 Bagi siswa: menjadi motivasi, baik ketika hasil evaluasinya memuaskan maupun tidak memuaskan.
 Bagi guru:
1. Guru mengetahui mana-mana siswa yang berhak, dan atau tidak, melanjutkan pelajaran.
2. Guru mengetahui apakah materi yang disampaikan sudah tepat / belum.
3. Guru mengetahui apakah metode yang digunakannya tepat / belum.
 Bagi sekolah:
1. hasil evaluasi memberi gambaran apakah kondisi belajar yang diciptakan sekolah, sesuai dengan harapan atau belum.
2. informasi hasil penilaian dapat digunakan sebagai pedoman bagi sekolah, sudah memenuhi standar atau belum.
Informasi dari guru tentang tepat tidaknya kurikulum untuk sekolah itu dapat merupakan bahan pertimbangan bagi perencanaan sekolah untuk masa depan

FUNGSI EVALUASI
Mengukur kemajuan
Menunjang penyusunan rencana
Memperbaiki/menyempurnakan kembali

mengenal kapasitas
dan status dirinya






Kepastian tentang
hasil usahanya


motivasi peningkatan
prestasi





Diagnostik
Penempatan
Selektif
Bimbingan
Instruksional




memberikan laporan
memberikan data
memberikan gambaran